Liputan6.com, Yogyakarta - Peternak di Lereng Gunung Merapi, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diminta untuk menukarkan sapi perahnya dengan yang lebih produktif.
Hal ini terkait keterbatasan persediaan air. Sapi perah membutuhkan banyak sekali air untuk kebersihan ternak maupun kandangnya.
"Karena terkendala kebutuhan air, jumlah populasi ternak sapi perah Cangkringan lambat untuk bertambah. Kami mengimbau sapi perah ditukar dengan yang lebih produktif," kata Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman, Suwandi Azis, seperti dikutip dari Antara, Jumat (26/8/2016).
"Sapi perah harus mandi sehari sekali. Kebutuhan sapi perah lebih banyak dibanding manusia. Kalau manusia, sehari misal 40 hingga 50 liter. Sapi perah bisa sampai 200 liter," kata dia.
Menurut dia, sebelum erupsi Gunung Merapi pada 2010 lalu, air melimpah dari dua sumber, yaitu Umbul Lanang dan Umbul Wadon di hulu Sungai Kuning.
"Setelah erupsi kedua mata air tersebut memang sudah diperbaiki, namun hasilnya dirasa belum mencukupi lagi bagi kebutuhan ternak," tutur dia.
Camat Cangkringan Edi Harmana mengatakan, saat ini di wilayahnya mulai kembali meningkat minat warga untuk beternak sapi. Terutama di Desa Glagaharjo, Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen.
"Jumlah sapi perah juga meningkat jika dibandingkan sebelum bencana. Banyak peternak, yang dulunya hanya punya kurang dari lima, sekarang lebih," tutur Edi.
Dia berharap, pemerintah bisa memfasilitasi agar wilayah Cangkringan menjadi daerah penghasil susu sapi. "Kami ingin Cangkringan menjadi 'kecamatan ternak'," ucap Edi.