Liputan6.com, Lebak - Masyarakat adat di Kasepuhan Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, memiliki prinsip 'Kudu Bisa Ngigeulan Jaman'.
"Kalau misalkan kita tidak akan pernah bisa menampik modernisasi dengan media sosial dan media komunikasi. Kalau kita tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, maka kita punah. Semua harus dilakukan sesuai keseimbangan adat," ucap Abah Usep, Ketua Adat Desa Kasepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8/2016).
Ramuan itulah yang bisa membuat warga Kasepuhan Cisungsang bisa terus bertahan selama 700 tahun lebih tanpa menghilangkan adat dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman leluhur.
Advertisement
Salah satunya Prosesi Adat Seren Taun yang masih ada hingga saat ini. Di mana, Seren Taun adalah menyimpan padi hasil tani ke dalam lumbung yang bisa digunakan oleh seluruh warga di saat terjadi kesulitan bahan pangan. Dengan demikian, masyarakat terhindar dari kelaparan.
Baca Juga
Prosesi ini berjalan selama tujuh hari tujuh malam. Di mana, pada malam purnama ke 13 dan 14, seluruh masyarakat adat melakukan doa bersama untuk memanjatkan syukur atas hasil panen yang melimpah.
"Karena padi itu makanan pokok. Jadi padi kenapa di arak, ini sebenarnya yang dilakukan itu implementasi dari kegiatan sehari-hari. Jadi kalau setelah panen padi di taroh di lantai terus nguyal (ngangkut padi), gotong-royong dipikul, masih terjadi dan terus dilakukan," ia menerangkan.
Semua yang melakukan prosesi adat adalah orang-orang terpilih dan hanya bisa dilakukan oleh abdi dalem yang dilanjutkan oleh para turunannya.
"Tata cara di kita itu seperti kerajaan, ada saya kepala adat turun-temurun, ada pengawalnya, ada kokolot-nya, ada penasihatnya. Dan di kita sudah melakukan tanam padi itu setahun sekali. Ada padi gede sama padi kecil, padi gede itu setahun sekali sama padi kecil itu untuk penyelang, dilakukan setahun sekali," ia menegaskan.
Rano Karno sebagai 'Bapak Kolot' bagi warga Kasepuhan Cisungsang mengaku akan mengajukan ke Kementrrian Pariwisata (Kemenpar) agar acara Seren Taun bisa masuk ke dalam kalender ajang tahunan nasional. Dengan demikian, banyak wisatawan yang datang ke Banten.
"Kita mengusulkan Seren Taun menjadi warisan tak benda dan sudah diterima. Saya sudah perintahkan Kepala Dinas Pariwisata untuk memasukkan ke dalam kalender event nasional," kata Gubernur Banten Rano Karno di tempat yang sama, Minggu (28/8/2016).
Meski telah dua kali datang ke acara Seren Taun, Rano mengaku kaget dengan biaya yang dikeluarkan oleh panitia dan kekuatan gotong royong yang dilakukan oleh para masyarakat adat.
"Yang masak di dapur sudah ditentukan, sudah turunan. Kegiatan ini sudah satu minggu, yang datang ke sini sekitar 20 ribu orang, untuk konsumsi gratisnya saja selama satu minggu mencapai Rp 700 juta. Yang datang ke sini tidak pernah diminta biaya," ia membeberkan.
Makna Seren Taun
Prosesi adat Seren Taun memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kasepuhan Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten.
Setidaknya, mereka memaknai Seren Tau sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen padi yang melimpah. Ritual ini pun disebut sebagai awal kehidupan, karena pada ritual ini kepala adat yang dipimpin Abah Usep Suyatma Sr memberikan wejangan-wejangan dan bekal untuk aktivitas setahun ke depan.
"Ini bukan sarana komersial bagi saya. Saya minta masyarakat untuk saling koordinasi untuk pertanian untuk kepentingan masyarakat. Ini tradisi sudah berlangsung selama 700 tahun," kata Abah Usep Suyatma, Kepala Adat Kasepuhan Cisungsang, Minggu (28/8/2016).
Ritual adat Seren Taun juga merupakan puncak siklus dari tradisi masyarakat Kasepuhan Cisungsang dalam proses pengolahan, menanam, memelihara, menyimpan, dan menghargai padi.
Masyarakat Adat Cisungsang sangat mengagungkan padi (pare) dengan keyakinan bahwa padi ini sebagai sumber kehidupan mereka.
"Ini salah satu kesatuan desa adat yang ada di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi. Kebudayaan Lebak dijadikan modal utama persatuan dan kesatuan untuk membangun Lebak. Ini bagaimana dengan Seren Taun bisa dijadikan daya tarik pariwisata, harus mendatangkan pemasukan bagi masyarakat sini," kata Iti Octavia Jayabaya, Bupati Lebak, di tempat yang sama, Minggu (28/8/2016).
Dari menanam sampai menyimpan padi harus mengadakan selamatan yang disebut dengan "Ngamumule Pare" atau memelihara padi.
"Tentu menjaga budaya sangat sulit. Sebagian jiwa saya adalah kebudayaan," ucap Rano Karno.
Advertisement
Prosesi Adat Warga Cisungsang
Beberapa jam sebelumnya, suara ayam berkokok menandakan hari mulai pagi. Tak selang berapa lama, mentari terbit dari ufuk timur, dengan sinar kuning keemasannya menyinari perbukitan di Desa Adat Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten.
Ribuan masyarakat adat berbondong-bondong mendatangi tanah lapang di depan Imah Gede (Rumah Besar) dan Bale Ageung (Balai Besar) guna melaksanakan proses adat Seren Taun.
Suara nyaring dari angklung buhun dan tumbukkan lesung yang dimainkan oleh "Abdi Dalem" Kasepuhan Adat Cisungsang menambah semangat para warga untuk segera mencari tempat untuk mengikuti prosesi adat tersebut.
"Seren Taun dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Berlokasi di Imah Gede, kediaman Kepala Adat, dengan diisi berbagai kegiatan dan ritual adat," kata Opar Sohari selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten, di sela prosesi adat Seren Taun, Minggu (28/8/2016).
Proses adat yang dilakukan setahun sekali setelah melaksanakan panen raya ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat adat, yakni memperkokoh silaturahmi dan gotong royong.
Di mana, padi hasil panen dari para warga disimpan ke dalam sebuah lumbung padi tradisional berbentuk mirip rumah panggung dengan atap segitiga. Lumbung padi yang terbentuk dari kayu untuk kerangka dan lantainya, lalu dindingnya terbuat dari anyaman bambu dengan atap dari ijuk.
Padi hasil panen ini bisa digunakan saat masyarakat adat benar-benar membutuhkan, sehingga tak terjadi kelaparan yang menimpa warga.
"Ritual Seren Taun juga merupakan ajang silaturahmi antara anggota masyarakat kasepuhan dengan Kepala Adat. Dan masyarakat Kasepuhan melaporkan kegiatan selama setahun kepada Kepala Adat," ia menjelaskan.
Rombongan Rano Karno Dicegat
Sehari sebelumnya, saat perjalanan menuju Desa Adat Cisungsang, Kabupaten Lebak, Banten, puluhan nelayan mencegat rombongan Gubernur Rano Karno yang akan mengikuti upacara adat Seren Taun.
"Kami bukan mau demonstrasi, cuma mau mengucapkan terima kasih buat pembangunan jalan ke sini sudah bagus. Sekalian kami mau kasih ikan buat pak Rano," kata Taufik, koordinator nelayan Banten Selatan, Sabtu 27 Agustus 2016.
Mereka mencegat rombongan Rano di tengah jalan sembari membentangkan spanduk bertuliskan "Hatur nuhun Pak H Rano Karno, Jalan ka Lembur Urang Entos Sae, Lanjutkan" (Terima kasih Pak Rano Karno, jalan ke kampung kami sudah bagus, lanjutkan).
Setidaknya mereka mengaku telah menunggu "Bang Doel" sejak sekitar pukul 15.00 WIB dan baru bisa bertemu dengan "Tukang Insinyur" itu pada pukul 19.00 WIB.
Mereka pun meminta kepada Rano meninjau ulang beroperasinya pabrik semen yang mengakibatkan tebalnya debu di perkampungan warga
"Kalau jalan sudah bagus, tapi debu produksi di sana bisa sampai ke permukiman penduduk," Taufik menegaskan.
Rano KArno pun mengucapkan terima kasih kepada nelayan untuk dukungan yang diberikan kepada Pemprov Banten selama ini. Ia pun meminta doa dari warga Banten agar biasa menyelesaikan tugasnya dengan baik dan khusnul khatimah.
"Tadinya saya kira ada apa. Saya kaget banget. Ini ikannya masih segar. Saya ucapkan terima kasih untuk dukungannya dan saya minta jaga pembangunan yang sudah berjalan," ujar Gubernur Banten.
Advertisement