Liputan6.com, Denpasar - Meski hidup dengan keterbatasan, Nyoman Arya, bocah 14 tahun yang hidup dengan dua adiknya, menyimpan cita-cita tinggi. Kelak jika besar nanti, bocah yang kini duduk di bangku kelas 2 SMP itu ingin menjadi seorang polisi.
"Cita-cita saya mau jadi polisi," kata Arya saat ditemui Liputan6.com di kediamannya, di Bukit Puncak Sari, Dusun Darmaji, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (7/9/2016).
Arya mengaku tak bisa menjelaskan mengapa ia bercita-cita menjadi seorang polisi. "Enggak bisa jelasinnya, tapi ingin jadi polisi, biar kuat kali ya," katanya sambil tersenyum.
Baca Juga
Arya juga tak mengeluh meski harus mengurus kedua adiknya yang masih kecil-kecil. Adiknya yang nomor dua, ‎Ketut Sana, baru berusia 12 tahun. Ia duduk di bangku sekolah kelas 5 SD BAN. Sementara si bungsu, Wayan Sudirta, baru berusia 4,5 tahun. Setiap hari, Arya selalu bermain bersama dua adiknya.
Jika berangkat ke sekolah, tentu saja Arya mengajak serta si bungsu. Sebab di rumah, bocah lucu itu tak ada yang menjaganya. "Kalau sekolah diajak di dalam kelas. Dia tidak nakal. Duduk saja di samping saya. Tidak dimarahin sama guru, diizinkan malah. Karena kata guru di rumah enggak ada yang jaga," kata Arya.
Advertisement
Pagi hari saat masih gelap, Arya sudah bangun untuk menanak nasi. Lauk mi instan biasa ia santap bersama kedua adiknya sebelum beranjak sekolah yang berjarak sekitar dua kilometer. Medan berat ia lalui. Jalan berkelok turun naik dengan tanah berdebu tebal selalui ia lalui.
Jika turun hujan, sudah barang tentu jalan itu akan berlumpur. Arya akan melepas sepatunya agar tak kotor. Sementara sang adik selalu ia gendong.
Pulang sekolah Arya kembali menyiapkan makan siang. Lauk mi instan kembali ia santap dengan lahap. Usai itu, ia lalu pergi ke ladang yang tak jauh dari rumahnya. Dengan cekatan, Arya memanjat pohon kelapa. Dari satu pohon ke pohon lainnya ia panjat tanpa lelah. Satu batang pohon kelapa yang dipanjatnya, Arya mendapat upah Rp 5 ribu.
Panjat Pohon dan Main Bola
Dalam sehari, Arya bisa memanjat paling sedikit 10 batang pohon kelapa. Jika banyak pesanan, Arya bisa memanjat 20 batang pohon kelapa. Itu ia lakukan sendiri seharian tanpa peralatan bantuan apa pun. Jika sudah begitu, Arya tentu saja tidak belajar karena terlalu lelah 'bekerja'. "Sudah capek, tidak belajar," katanya.
Meski bekerja keras, Arya tetaplah anak kecil yang butuh hiburan. Setiap sore ia bermain bola di lapangan kecil di pinggir jurang dekat rumahnya. Selain bersama dua adiknya, Arya biasa bermain bola bersama seorang temannya bernama Ketut Ngara. Hingga matahari tenggelam biasanya ia bermain bola.
Selepas itu, seperti biasa, ia kembali memasak nasi dan merebus mi instan untuk santap malam. Sedihnya, kini Arya tak bisa lagi bermain bola. Hiburan satu-satunya tak bisa lagi ia lakukan. Sebab, bolanya telah jatuh ke dasar jurang. "Bolanya sudah jatuh ke jurang. Dicari tidak ketemu," kata Arya tetap tersenyum.
Meski jago bermain bola, Arya tak pernah mengesampingkan cita-citanya menjadi polisi. "Saya ingin jadi polisi aja, enggak mau jadi pemain bola," katanya.
Arya bakal tak lagi sendiri mengurus kedua adiknya. Saudara yang bekerja di kabupaten tetangga memutuskan untuk kembali ke rumah. Selama ini dia bekerja sebagai pemetik cengkih di sebuah perusahaan yang terletak di Kabupaten Jembrana.‎ "Kakak katanya mau tinggal di sini, tidak balik lagi ke Jembrana," ucapnya.
Nasib Arya memang tragis. Ayahnya meninggal kala ia berusia sembilan tahun. Sementara ibunya baru saja menikah lagi sekitar dua bulan lalu. Arya dan adiknya ditinggal di rumah di tengah bukit. Arya tinggal bersama dua adiknya di rumah yang tanpa aliran listrik dengan dapur dan kamar mandi serta penampungan air terpisah.
Namun, Arya tak sekalipun mengeluh dengan kondisinya. Meski masih anak-anak, Arya tak sedih memikul tanggung jawab laiknya orang dewasa. Ia pun tak masalah hidup tak seperti anak-anak sebayanya kebanyakan.
Advertisement