Sukses

Merasa Difitnah KLHK, Ratusan Petani Curhat ke Plt Bupati

Perwakilan ratusan petani menegaskan tidak menyandera penyidik KLHK dan hanya mengerubungi untuk menanyai petugas.

Liputan6.com, Pekanbaru - Ratusan anggota dari Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) di Desa Bonai mendatangi Kantor Bupati Rokan Hulu. Menemui Plt Bupati Sukiman, mereka berkeluh kesah kepada pemimpin Negeri Seribu Suluk karena dituding membakar lahan di desanya dan menyandera petugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Melalui perwakilannya, Jefrimen, masyarakat menyatakan adanya penyanderaan itu tidaklah benar. Jefrimen menegaskan apa yang dilakukan warga merupakan spontanitas dan hanya mempertanyakan maksud kedatangan tim penyidik KLHK.

"Kami ke sini ingin menyampaikan bahwa tidak benar jika kami dicitrakan (menyandera) terhadap mereka. Apa yang kami lakukan hanya spontanitas saja. Informasi itu sekali lagi tidak benar dan kami merasa difitnah," kata Jefrimen di hadapan Sukiman di ruang pertemuan kantor bupati, Rabu, 7 September 2016.

Jefrimen mengatakan, warga yang disebut menyandera tidak tahu rombongan yang datang merupakan tim KLHK. Pasalnya sejak tim datang, kemudian mengukur, mengambil gambar hingga memasang plang, tidak ada satu pun aparat pemerintahan desa yang dilibatkan.

"Kami tidak tahu pak siapa mereka. Mereka datang tanpa permisi, tanpa didampingi dari kabupaten, makanya kami tanyai. Sekali lagi hanya kami tanyai, tidak ada penyanderaan," kata Jefrimen.

Sebelumnya atas kejadian ini, Jefrimen sudah meminta maaf kepada Menteri KLHK Siti Nurbaya. Di samping itu, ia yang didampingi perwakilan ninik mamak tiga suku di daerah tersebut, Hendri, juga meminta pemerintah daerah agar membantu memperoleh kejelasan atas status lahan ulayat mereka.

Lahan yang terbakar beberapa waktu lalu itu, kata Jefrimen, sudah diurus perizinannya sejak 2006. Namun, hingga saat ini belum selesai dan seolah tak mendapat respon.

Padahal menurut Jefrimen, lahan itu adalah tanah ulayat yang menjadi hak bagi tiga suku Desa Bonai yakni Suku Mandailing, Domo dan Melayu.
 
"Kami hanya meminta apa yang menjadi hak kami. Kenapa dipersulit? Ini kami kelola turun temurun dan menjadi sumber penghidupan bagi anak kemenakan kami," kata Jefrimen.

Kekalutan Petani

Menanggapi keluh kesah warganya, Sukiman berjanji segera meresponnya. Dalam waktu dekat, dia membentuk tim khusus yang terdiri dari instansi terkait untuk mencari kebenaran atas simpang siurnya informasi tersebut.

"Hasil dari tim tersebut nantinya menjadi bahan untuk dilakukan evaluasi dan disampaikan ke pemerintah pusat," kata Sukiman.

"Apa yang bapak-bapak sampaikan segera akan saya respon dengan membentuk tim untuk mencari kebenaran atas kesimpangsiuran informasi saat ini. Saya minta bapak-bapak bersabar. Percayakan kepada kami," ucap dia.

Terkait peristiwa penyanderaan, Sukiman berpandangan saat itu warganya sedang kalut. Kekalutan itu disebabkan terbakarnya kebun yang menjadi penopang hidup mereka.

"Ya memang harus kita lihat secara menyeluruh. Mungkin apa yang mereka lakukan karena mereka kalut. Bagaimana tidak kalut, sawit yang harusnya mereka panen terbakar. Jadi ini juga harus dilihat. Saya memahami apa yang bapak bapak rasakan," kata Sukiman.

Sukiman juga meminta kepada para tokoh dan pemuka masyarakat setempat untuk turut serta menciptakan agar suasana tetap kondusif.

Ia juga mempersilahkan warganya itu untuk kembali bekerja seperti biasa. Pemda, kata Sukiman, tidak akan tinggal diam dalam hal ini.

"Saya minta tokoh masyarakat agar dapat menyampaikan hal ini. Tetap jaga kampung kita agar tetap aman dan kondusif," ujar dia.