Liputan6.com, Sleman - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kesulitan untuk memantau penjualan atau peredaran ternak sapi pemakan sampah di tempat pembuangan akhir sampah Piyungan, Kabupaten Bantul.
"Kami tidak merekomendasikan sapi pemakan sampah sebagai hewan kurban. Namun kami juga kesulitan untuk memantau penjualan atau peredaran sapi yang berasal dari TPAS Piyungan," kata Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman Widi Sutikno, Kamis (8/9/2016), dilansir Antara.
Menurut dia, secara fisik sapi pemakan sampah memang tidak ada bedanya dengan sapi dari kandang-kandang ternak masyarakat.
Advertisement
"Tidak adanya perbedaan yang signifikan menyulitkan kami dalam pemantauan. Kami hanya mengharapkan kepada pedagang hewan kurban untuk tidak mengambil atau menjual sapi pemakan sampah ini," kata dia.
Masyarakat yang hendak membeli hewan kurban diharapkan bisa langsung membeli di kelompok-kelompok ternak sapi, karena lebih terjamin kelayakannya.
"Para peternak di kelompok kan sudah menyiapkan hewan kurban sejak beberapa bulan sebelumnya melalui kegiatan penggemukan sapi. Sapi-sapi tersebut lebih terjamin kesehatannya, selain karena selalu ada petugas yang memantau, juga kebersihan kandang lebih terjamin," kata Widi.
Baca Juga
Kepala Bidang Peternakan DPPK Kabupaten Sleman Suwandi Aziz meminta masyarakat selektif dalam memilih hewan kurban.
"Sapi pemakan sampah tidak boleh dikonsumsi karena rawan menimbulkan penyakit. Namun pengendaliannya diakui cukup sulit. Untuk menekan keberadaan sapi pengonsumsi limbah dibutuhkan kesadaran dari kalangan peternak," kata dia.
Menjelang Idul Adha, tim DPPK Kabupaten Sleman intens melakukan pantauan di lapangan. Sampai sekarang sudah 50 lokasi yang dipantau, antara lain di Kecamatan Ngemplak, Godean, Mlati, Ngaglik, Depok, Sleman, dan Gamping.
Sapi-Sapi Sakit
Dari hasil monitoring, sejauh ini ditemukan 34 ternak sapi terinfeksi virus orf.
"Ciri-cirinya peradangan di sekitar mulut yang mengakibatkan nafsu makan hewan berkurang drastis," kata Suwandi.
Ia mengatakan, ternak yang dinyatakan positif terjangkit orf diminta agar diafkir. Jika dibiarkan, dapat menyebar ke ternak lain yang berada dalam satu kelompok bahkan proses penularan berlangsung hanya dalam waktu semalam.
"Mengingat penyembuhannya butuh waktu, peternak disarankan menunda penjualan hewan ternak yang terjangkit virus orf. Dagingnya masih layak konsumsi tapi secara bisnis bisa membuat rugi karena menilai jual. Karena itu sebaiknya ternak diobati dulu," kata dia.
Selain virus orf, penyakit lain yang perlu diwaspadai adalah scabies dan pink eye.
"Tim menemukan satu sapi terkena penyakit kulit scabies, dan 16 ekor terjangkit pink eye. Adapun total ternak yang telah diperiksa sebanyak 461 ekor sapi, 1.229 domba, dan 159 kambing. Monitoring ini akan terus berlangsung hingga H-1 Idul Adha," kata Suwandi.