Sukses

Raja-Raja Gowa dan Kisah Konflik Usai Pilkada

Konflik keluarga Kerajaan Gowa dan bupati memanas setelah pilkada.

Liputan6.com, Gowa - Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di Nusantara dengan kekuasaan besar. Salah satu rajanya pun dikenal sebagai pahlawan nasional karena melakukan perlawanan sengit terhadap penjajah Belanda.

Sang pahlawan itu Raja Gowa ke-16, I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana, yang mulai berkuasa pada 1653 sampai 1669 menggantikan ayahnya, Sultan Malikussaid, yang memerintah pada 1639-1653.

Kerajaan Gowa yang didirikan sekitar 1300 Masehi tersebut sangat dikenal serta disegani oleh bangsa Eropa karena kebesaran dan kekuatan armada perangnya. Di masa kerajaan Gowa berjaya terdapat 36 raja yang memimpin di eranya. Selanjutnya raja ke-36 telah memutuskan untuk menyerahkan wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Adapun raja yang pernah memimpin Kerajaan Gowa, yakni:

1. Tumanurunga (+ 1300)

2. Tumassalangga Baraya

3. Puang Loe Lembang

4. I Tuniatabanri

5. Karampang ri Gowa

6. Tunatangka Lopi (+ 1400)

7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna

8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki

9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)

10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)

11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte

12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).

13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).

14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna. Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.

15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna. Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653.

16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana. Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670.

17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'. Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681. 1. I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna.

18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara. Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681.

19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709).

20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)

21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi

22. I Manrabbia Sultan Najamuddin

23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)

24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)

25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)

26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)

27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)

28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)

29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)

30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)

31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)

32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)

33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)

34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na.
Memerintah sejak 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada 25 Desember 1906.

35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946).

36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada 1978.

37. Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II yang kemudian berganti nama I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang.

2 dari 3 halaman

Penobatan Darurat Raja Gowa

Detik-detik pelantikan Raja Gowa yang terakhir mulai panas. Pemerintah Kabupaten Gowa tak memberikan izin acara pelantikan digelar di Istana Balla Lompoa, sehingga penobatan raja terakhir Andi Maddusila beralih ke sebuah hotel di Makassar yang dihadiri oleh seluruh raja-raja se-Nusantara pada 29 Mei 2016.

Alasan keluarga Kerajaan Gowa kala itu memilih untuk berpindah tempat penobatan karena tak ingin masyarakat Gowa dibenturkan dengan ratusan massa yang tergabung dengan Satpol PP Pemkab Gowa. Mereka mengepung Istana Balla Lompoa saat prosesi penobatan Raja Andi Maddusila ingin dilakukan.

"Pengukuhan digelar di Istana Balla Lompoa, tapi prosesi penobatan dilakukan di Hotel Horison Makassar, Minggu (29/5/2016), setelah tidak mendapat izin dari Polres Gowa dan Pemerintah Gowa," kata Andi Baso Mahmud yang menjadi panitia pelaksana pelantikan Raja Gowa ke-37.

Ia mengakui pengukuhan Raja Gowa ke-37 sempat diboikot ribuan warga yang berbaur dengan Satpol PP Pemkab Gowa. Sehingga panitia kala itu terpaksa memindahkan tempat pengukuhan dengan alasan untuk menghindari adanya bentrokan dengan beberapa pihak-pihak yang akhir-akhir ini menolak pelantikan Raja Gowa yang ke-37.

"Kami terpaksa mengalihkan tempat pelaksanaan penobatan Raja Gowa ke-37 ke Makassar untuk menghindari adanya bentrokan dengan beberapa pihak yang menentang pelantikan Raja Gowa," katanya.

Menurut Andi Baso Machmud, pelantikan Raja Gowa saat itu bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam melestarikan dan menjaga budaya yang ada di Kabupaten Gowa.

Penobatan Raja Gowa sudah harus dilaksanakan waktu itu sepeninggal Raja Gowa yang ke-36, Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Alauddin. Saat itu terjadi dualisme kepemimpinan Kerajaan Gowa.

3 dari 3 halaman

Konflik Buntut Pilkada?

Usai dilantik menjadi Raja Gowa ke-37, Andi Maddusila kemudian ikut bertarung pada Pilkada Kab. Gowa periode 2015 melawan Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo. Adnan merupakan anak dari Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo yang juga keponakan langsung dari Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo.

Dalam pertarungan pilkada, hasil perolehan suara oleh KPUD kemudian memenangkan keponakan Gubernur Sulsel tersebut. Belum lama pelantikan resminya sebagai Bupati Gowa, Adnan pun langsung merancang dan mengajukan adanya pembentukan ranperda inisiatif yang mengatur tentang pembentukan ketua lembaga adat Gowa yang kemudian disebut sebagai Sombayya Ri Gowa atau Raja Gowa.

Pengusulan ranperda itu kemudian mendapat kritikan dari masyarakat Gowa, khususnya dari keluarga Kerajaan Gowa. Namun dalam prosesnya, ranperda itu mendapatkan persetujuan DPRD Gowa dan kemudian disahkan menjadi perda setelah diklaim mendapat restu dari Kementerian Dalam Negeri.

Selanjutnya Pemkab Gowa lalu melaksanakan perda tersebut dan melakukan prosesi pengangkatan Bupati Gowa, Adnan Purichta Icsan Yasin Limpo, menjadi Ketua Lembaga Adat Gowa yang digelar di Istana Balla Lompoa dengan penjagaan ketat sejumlah massa pendukung bupati yang berbaur dengan Satpol PP Gowa.

Situasi pun mulai memanas. Keluarga Kerajaan Gowa tak terima dengan kegiatan yang digelar di Istana Balla Lompoa tersebut. Keluarga Kerajaan Gowa yang dibantu oleh seluruh raja se-Nusantara melakukan upaya hukum membatalkan perda inisiatif Bupati Gowa. Keluarga juga melaporkan perusakan brankas penyimpanan benda pusaka Kerajaan Gowa yang dibongkar paksa guna dipakai dalam prosesi pengangkatan Bupati Gowa sebagai Raja Gowa.

"Proses dugaan pidananya sementara berjalan di Polda Sulsel, dan hari ini tim advokasi kerajaan Gowa mengajukan surat penarikan Perda Pembentukan Lembaga Adat Gowa ke Gubernur Sulsel dan selanjutnya mendaftarkan gugatan ke PTUN Makassar untuk membatalkan perda itu karena dianggap tak sah dan ada penyalahgunaan jabatan di dalamnya," kata Shyafril Hamzah Wakil Ketua Tim Advokasi Kerajaan Gowa kepada Liputan6.com, Selasa (20/9/2016).

Video Terkini