Liputan6.com, Malang - Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan kerusakan lingkungan mengancam keberlangsungan air di beberapa kawasan Jawa Timur. Di kawasan hulu Brantas di Kota Batu, misalnya, dari 147 sumber mata air yang masih bisa berfungsi baik hanya 57 sumber air. Limbah industri dan domestik juga mengancam sungai di Mlirip, Mojokerto.
Khusus di kawasan Mlirip ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Habitat Air melalui Peraturan Gubernur Tahun 2005. Sebab, terlalu banyaknya limbah yang dibuang ke Sungai Mlirip juga menyebabkan ikan betina lebih dominan.
"Di Sungai Mlirip ini 86 persen ikan betina, ikan jantan banyak yang mati. Karena itu, masalah air ini harus melibatkan semua pihak," ucap Soekarwo dalam sambutannya di Kongres Sungai Indonesia (KSI) II di Bendungan Selorejo, Malang, Jawa Timur, Jumat (23/9/2016).
Selain limbah, masalah yang menjadi perhatian adalah kekeringan. Namun, gubernur yang karib disapa Pakde Karwo menyebut jumlah desa di Jawa Timur yang terancam kekeringan saat musim kemarau mengalami penurunan. Bila dahulu ada 751 desa berpotensi kekeringan, kini tinggal 430 desa yang masih rawan air.
Baca Juga
"Isu air menjadi isu strategis. Dibutuhkan tata kelola air agar saat musim kemarau petani tak mengalami puso. Sekarang desa yang terancam kekeringan sudah menurun," ujar Pakde Karwo.
Ia menambahkan, volume debit air di Jawa Timur sebanyak 52 juta meter kubik. Dari jumlah itu yang bisa dikendalikan sebanyak 22 juta meter kubik, sedangkan sisanya langsung mengalir ke laut.
Air yang bisa ditahan itu selain untuk konsumsi, juga dimanfaatkan untuk kebutuhan tersier dan kwarter bagi sawah dan ternak petani. "Dibutuhkan tata kelola air yang baik, agar saat kemarau dan musim hujan tak jadi bencana. Harus ada aturan tentang investasi yang tak merusak lingkungan," Gubernur Jatim Soekarwo memungkasi.