Sukses

Konflik Bupati dan Raja Gowa Makin Panas

Aksi massa membakar gedung DPRD buntut perebutan kursi raja Gowa.

Liputan6.com, Gowa - Insiden pembakaran kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gowa, Sulawesi Selatan mewarnai konflik pemerintah setempat dan pihak Kerajaan Gowa.

Aksi massa awalnya berunjuk rasa menolak Peraturan Daerah (Perda) Pembentukan Lembaga Adat Gowa (LAG) di Kantor DPRD Gowa, Senin (26/9/2016) sekitar pukul 13.00 Wita. Massa pendukung Raja Gowa ke-37, Andi Maddusila menuntut pembatalan Perda LAG yang dinilai memutus silsilah Kerajaan Gowa.

Orasi kurang lebih sejam, massa merangsek masuk hingga ke lantai 2 Kantor DPRD Gowa untuk mencari legislator. Karena kesal tak ada legislator yang mau menerima aspirasinya, ratusan massa spontan marah dan berhamburan.

Setelah itu, api pun tampak menyala di lantai 1 dan dengan cepat menjalar ke lantai 2 DPRD Gowa.

Api terus berkobar dan menghanguskan seluruh ruangan gedung DPRD Gowa. Massa sempat memboikot pintu gedung DPRD Gowa agar petugas pemadam tak masuk memadamkan api yang terus menjalar.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Frans Barung Mangera, mengatakan penanganan kasus pembakaran gedung DPRD Gowa diambil alih oleh Polda Sulsel.

Wakil Ketua DPRD Gowa, Abdul Haris Tappa, menampik tuduhan kabar massa bertindak anarkis karena tak ada legislator yang menerima aspirasinya saat berunjuk rasa tadi.

"Intinya mereka menuntut agar Perda LAG dibatalkan, padahal itu sudah bukan kewenangan kami lagi. Seharusnya mereka melakukan judicial review atas Perda tersebut di PTUN bukannya anarkis di sini," ujar Haris.

Berebut Kursi Raja Gowa

Dari penelusuran Liputan6.com, insiden pembakaran gedung DPRD Gowa merupakan buntut konflik sejak terbitnya Perda Pembentukan Lembaga Adat Gowa pada 15 Agustus 2016.

Dalam pelaksanaan Perda tersebut, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo dilantik sebagai Dewan Adat yang sekaligus sebagai sombayya ri gowa atau Raja Gowa.

Keberadaan Perda ini pun akhirnya mengusik ketenangan keluarga kerajaan Gowa yang menilai Perda itu telah memutus silsilah Raja Gowa. Pendukung Raja Gowa ke-37 Andi Maddusila Karaeng Idjo pun dibuat meradang dan hingga saat ini terus menolak Perda tersebut.

Andi Maddusila yang didukung oleh seluruh perwakilan raja-raja se-nusantara juga melakukan upaya hukum lainnya dengan mengirim surat ke Presiden RI, Kementerian Dalam Negeri, Gubernur Sulsel, serta melakukan gugatan pembatalan Perda LAG ke PTUN.

2 dari 2 halaman

Bupati Gowa Bergeming

Meski pendukung Raja Gowa terus berupaya membatalkan Perda LAG itu, Pemerintah Kabupaten Gowa bergeming. Dalam pernyataannya, Bupati Gowa, Adnan Purichta, beranggapan penunjukannya sebagai Raja Gowa lantaran tak ada lagi Raja Gowa setelah meninggalnya Andi Idjo Karaeng Lalolang atau Raja ke-36 yang pernah menjadi bupati pertama di Gowa.

"Siapa pun bupati di Gowa sama dengan Raja Gowa di zaman kerajaan. Ini juga yang mendasari Andi Idjo bergabung dengan NKRI dan diangkat sebagai bupati pertama di Gowa," kata Adnan sebelumnya.

Suasana tegang pun memuncak pasca-pihak Pemkab Gowa membongkar paksa brankas penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan Gowa di dalam istana kerajaan Gowa, Balla Lompoa. Benda pusaka digunakan dalam proses pelantikan Bupati Gowa sebagai Ketua Dewan Adat Gowa sekaligus Sombayya Ri Gowa atau Raja Gowa.

Demonstrasi terus bergulir, juga bentrok antarmassa Satpol PP dan sejumlah pemuda yang dikerahkan Pemkab Gowa untuk menduduki Istana Balla Lompoa dengan massa pendukung kerajaan Gowa. Kedua pihak juga saling lapor ke Polda Sulsel.

Tim advokat Kerajaan Gowa melaporkan dugaan perusakan brankas penyimpanan benda pusaka. Adapun Pemkab Gowa melaporkan dugaan raibnya sejumlah permata yang menempel di mahkota kerajaan yang berada dalam brankas penyimpanan benda pusaka Kerajaan Gowa yang dibongkar paksa oleh pihak Pemkab Gowa sebelumnya.