Liputan6.com, Yogyakarta - Namanya Bripka Winardi. Meski tidak tenar di layar kaca, namanya cukup terkenal di Desa Bantul, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia menjadi anggota polisi sejak 2000 tapi baru bertugas sebagai anggota Babinkantibmas Polres Bantul sejak 1,5 tahun lalu.
Sebagai seorang Babinkantibmas, ia mempunyai kewajiban untuk berkunjung minimal ke tiga rumah di wilayah tugasnya. Saat berkunjung itu, ia sering menemui warga kurang mampu, suka berjudi, pemabuk hingga bandar togel.
Kondisi itu melecutnya untuk dapat mengajak mereka ke jalan yang benar. Banyak warga yang biasa hidup di lembah hitam itu awalnya menolak kedatangannya. Mereka kebanyakan beralasan takut ditangkap
"Ada yang menolak ada yang lari. Mereka kan takut ditangkap dll," kata Bripka Winardi di Desa Bantul, Kamis, 29 September 2016.
Dengan memegang prinsip memanusiakan manusia, ia terus mencoba mendekati mereka dengan sabar. Ia juga tak hendak langsung menyuruh mereka berhenti karena yakin perintahnya akan segera ditolak.
"Pendekatan yang inovatif harus sebab mereka tidak bisa langsung berhenti. Tak ajak jalan-jalan, ngaji, ngobrol. Intinya yang keras akan lunak ketika diberikan perhatian dan dimanusiakan," kata dia.
Baca Juga
"Akhirnya sudah mulai berubah sedikit demi sedikit. Kita lakukan pendekatan selama dua bulan maka dapat berubah. Hatinya berubah," ujar Winardi.
Sedikit demi sedikit para peminum dan penjudi sabung ayam, termasuk bandar judi togel, di wilayahnya mulai insaf dan beralih profesi. Ia meyakini jika tugas dan kemanusiaan bisa berjalan beriringan.
"Di situlah pintu hati saya terketuk bagaimana mengkolaborasikan tugas sebagai Babinkantibmas dan sebagai sesama. Bisa juga kok," kata dia.
Setelah melihat perubahan, Winardi justru makin intens mendekati para penjudi, pemabuk dan bandar togel itu. Ia menyemangati mereka untuk bekerja secara halal walau hasilnya tak seberapa.
"Ya sulit dari togel per hari mereka dapat Rp 500.000. Tapi bisa akhirnya, saya meyakinkan meski penghasilan hanya Rp 50.000 tapi halal pasti berkah dan jadi daging," kata polisi berusia 37 tahun ini.
Winardi tak hanya bicara. Ia juga membantu mereka untuk berusaha secara benar dengan memberikan modal dari kocek pribadi. Ia mengaku tidak masalah karena memegang filosofi pohon pepaya.
"Pohon pepaya kalau ditebang, kalau menggunakan logika sesaat ya sudah tidak ada buahnya. Tapi, kalau kita gunakan logika panjang maka akan tumbuh banyak cabang cabang dan membuahkan banyak," ujar Winardi.
Preman Pensiun
Selain mendekati penjudi dan pemabuk, Winardi juga mendekati para preman dan narapidana. Ia bahkan menggagas program Preman Pensiun yang mengajak para mantan narapidana tidak lagi kembali ke dunia hitam.
Salah satu pendekatannya adalah mengajak mereka dengan mengaji Alquran. Tidak semua bisa langsung mengikuti karena itu ia melancarkan berbagai cara agar para mantan napi itu mau. Misalnya, diajak makan ke warung baru setelah itu mengaji. Hingga kini, ada empat napi yang aktif mengaji.
"Malah mengena dengan gitu. Ada yang formal juga ada ngajinya. Ada yang juz 3, ada juz 5 dan ada yang baru Iqro. Ngajinya santai, jangan sampai mereka kembali dengan kita ajak seperti itu," ucap dia.
Angkringanisasi dan MCK
Aksi manis Bripka Winardi kini makin berkembang. Lelaki kelahiran Bantul, 24 Januari 1979 itu belakangan menggagas program angkringanisasi dan MCK. Warga yang sudah benar benar meninggalkan dunia hitam diberi stimulan usaha jualan angkringan. Hingga kini sudah ada dua angkringan yang berjalan.
Jika sudah mempunyai pekerjaan, perhatian dialihkan untuk memenuhi kebutuhan warga lainnya, yaitu MCK. Total saat ini sudah ada empat MCK yang dibangun untuk warga yang bertobat. Nantinya ada tambahan tiga MCK lagi.
"Jadi dua sisi. Tidak hanya perhatikan mereka yang ada di dunia itu tapi yang lurus juga diperhatikan. Kita beri modal gerobak dan modal. Kita lihat dan pantau terus," ujarnya.
Polisi yang tinggal di Iroyudan, Guwosari, Pajangan, Bantul mengatakan pembangunan MCK ini memakan biaya sekitar Rp 6 juta. Uang tersebut merupakan bantuan dari Kapolda DIY, anggota Polda DIY dan Kotak Ajaib Polsek Bantul.
Dana pembangunan itu diperoleh saat ia mendapat penghargaan polisi istimewa teladan di Mapolda DIY pada 15 Agustus 2016. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Bripka Winardi mengasongkan kantong kresek untuk meminta bantuan pendanaan bagi aksi manisnya untuk membantu warganya yang tobat.
"Dapat Rp 14 juta waktu itu. Spontanitas pas upacara saya diberi kesempatan menyampaikan program. Lalu saya bilang, 'mohon izin jenderal, saya bawa kantong kresek ini siap untuk mengantarkan bapak-bapak ke surga'. Akhirnya, diizinkan Pak Kapolda yang pertama memberikan," tutur Winardi.
Selain MCK dan angkringan, ia juga memberikan bola kepada desa. Sebab, banyak anak muda yang nongkrong dan berpotensi menimbulkan masalah ketertiban masyarakat.
Ia melihat potensi anak muda di situ adalah olahraga sehingga ia membelikan bola kepada anak-anak tersebut melalui kepala dukuh.
"Bagaimana anak yang nongkrong ini tidak seterusnya. Akhirnya saya bantu bola voli, alhamdulillah sekarang berjalan. Lihat kebutuhannya, baru minggu lalu kita beri dua bola voli," ujar Winardi.
Advertisement