Sukses

Santri Percaya Dimas Kanjeng Ambil Uang dari Gunung Lawu

Para santri Dimas Kanjeng tinggal di tenda dan patungan bayar listrik.

Liputan6.com, Probolinggo - Beberapa pengikut Dimas Kanjeng enggan meninggalkan tenda-tenda di kawasan Padepokan Dimas Kanjeng pimpinan Taat Pribadi di Dusun Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Sebagian mengaku selama di sana mendapatkan kenyamanan hati. Para pengikut Dimas Kanjeng memang sangat meyakini kemampuan sang guru, termasuk soal penggandaan uang.

Kesaksian terkait penggandaan uang yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi terlontar dari seorang pengikutnya, Arifin Aming, warga Jember.

"Saya masuk jadi pengikut memang baru 2014, dan saya dapat informasi bahwa kabar ada uang yang diambil dari Gunung Lawu," ujarnya, Senin, 3 Oktober 2016, dilansir Antara.

"Ada seorang yang mengambil dari sana, tapi wujudnya seperti apa itu yang tidak semua tahu. Hanya Kanjeng saja yang mengontak dari sini,"  kata Arifin menambahkan.

Ia juga menceritakan keanehan lain. Saat mengaji bersama di lahan tenda santri, dia melihat langit sangat terang melebihi sinar penerangan di sekitar lahan tersebut. Selanjutnya, hanya selang 30 menit, dia melihat ribuan santri lain di sekitar  masih berdoa.

Pengikut lainnya, Imanulah Sukardi, asal Pasuruan, juga masih bertahan di Padepokan Dimas Kanjeng. "Saya tetap tinggal di sini karena saya menemukan kenyamanan di sini," kata pria berusia 58 tahun itu.

Ia mendapatkan informasi adanya padepokan itu sejak 2010, dan baru resmi menjadi pengikut pada tahun 2013. Namun, mantan guru SMP yang juga pernah menjadi dalang ini tidak sepenuhnya menetap berlama-lama di Padepokan Dimas Kanjeng itu.

"Setiap satu bulan sekali atau dua minggu sekali saya pulang ke Pasuruan," ujar alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya itu.

Imanullah masih meyakini bahwa ajaran Taat Pribadi ini benar adanya. Di padepokan ini, menurut dia, semua bisa meningkatkan spiritualitas, inteletualitas, dan juga tentunya rasa sosialnya.

Saat ditanya bagaimana dengan kehidupan selama tinggal di padepokan, dia menjelaskan bahwa dirinya tinggal dengan sepuluh orang di satu tenda. Bahkan untuk biaya listrik mereka rela berbagi.

"Kalau bayar listrik seikhlasnya, Mas. Di sini saya ada 50 ribu ya patungan. Itu berjalan sudah turun-menurun," ucapnya di rumah yang dihuni pengikut Dimas Kanjeng dari Bali, Makassar, dan juga kalangan non-muslim.

Â