Liputan6.com, Gunungkidul - Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih memiliki catatan kelam pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa tiap yang jatuh setiap 10 Oktober. Hingga kini, sedikitnya 18 orang penderita gangguan jiwa (OPGJ) masih dipasung.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Gunungkidul, Dwi Warna Widi Nugraha, mengatakan timnya sudah turun dan mendata jumlah warga yang dipasung oleh keluarganya.
Ada 18 orang yang masuk dalam data yang dihimpun timnya. Tim dinas kesulitan mendekati keluarga karena sebagian besar menutup diri.
Advertisement
"Tim kami menemukan empat orang yang bisa secara langsung melihat, sementara lainnya cukup sulit ditembus. Saya rasa bisa lebih dari 18 orang jika ditotal di seluruh Gunungkidul," kata Dwi, Rabu (5/10/2016).
Empat orang itu yang keluarganya mau membuka diri untuk ditindaklanjuti oleh Dinsosnakertrans Gunungkidul. Mereka warga di kecamatan Panggang, Purwosari, Playen, dan Gedangsari.
Baca Juga
Meski pihaknya bisa memantau dan sosialisasi, kata Dwi,pihaknya belum bisa membebaskan mereka untuk dirawat secara medis di RS Grasia. Warga yang dipasung ini dalam kondisi memprihatinkan dan berusia 29 tahun hingga 47 tahun.
"Kalau saya memberikan bantuan, saya salah karena perbuatan keluarga tersebut tidak dibenarkan," ujar dia.
Dwi menyebut target bebas pasung pada 2017 sepertinya tidak bisa terlaksana. Sebab, ia membutuhkan kerja sama dengan warga dan keluarga agar target tersebut tercapai.
"Petugas saya sampai jengkel. Mereka merayu keluarga agar mau membebaskan mereka namun selalu ditolak. Tidak hanya sekali dua kali mereka berkunjung, tetapi tetap ditolak. Keluarga cenderung malu dan menutupi," kata dia.
Sementara itu, Psikiater Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari Ida Rochmawati menyebut kasus pemasungan yang terjadi di Gunungkidul sebagian besar adalah kasus re-pasung, yakni bukan pemasungan yang pertama.
Mereka sebelumnya sudah terakses layanan kesehatan jiwa tapi tidak berkelanjutan sehingga terjadi pemasungan kembali. Pemasungan itu, kata dia, tidak akan terjadi jika gangguan jiwa ditangani lebih dini.
Namun, kebanyakan dari mereka datang ke dokter dalam kondisi kronis.
"Gangguan jiwa yang berpotensi pemasungan itu skizofrenia dan retardasi mental. Saat ini sudah tersedia obat obatan psikotropika untuk penderita gangguan jiwa," kata Ida.
Pusing Lalu Dipasung
Syahid, seorang warga Kampung Bojonghaur, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, terpaksa harus dikerangkeng oleh keluarganya karena mengidap gangguan jiwa dan kerap mengamuk.
"Sudah tujuh bulan anak saya mengalami gangguan jiwa yang awalnya hanya pusing biasa," kata ibu dari Syahid, Icah, Selasa 4 Oktober 2016, dilansir Antara.
Dia mengatakan keluarga dan tetangganya terpaksa mengkerangkeng Syahid karena jika penyakitnya kambuh kerap ngamuk dan khawatir merusak barang milik keluarga atau tetangganya. Berdasarkan kesepakatan bersama, Syahid terpaksa harus menghuni kerangkengnya yang berukuran 1x2x1 meter.
Awalnya, pemuda ini hidup secara normal seperti warga pada umumnya, nongkrong dan sempat bekerja di dalam dan luar Sukabumi.
"Tiba-tiba anak saya ini sering mengeluh sakit kepala dan tiba-tiba kejiwaannya menjadi seperti ini, sering ngamuk," kata Icah.
Icah yang hanya tinggal bersama Syahid karena suaminya telah meninggal, tidak bisa memberikan pengobatan secara medis kepada anaknya tersebut dan hanya menjalani pengobatan alternatif.
Hingga saat ini, kondisinya putranya tersebut belum juga membaik malah tambah parah. Ia berharap ada dermawan yang bisa memberikan bantuan untuk pengobatan anaknya tersebut.
Advertisement
Bebas dari Pasungan di Riau
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Kabupaten Siak, Provinsi Riau menyatakan bahwa di daerah setempat tercatat dua Orang Penderita Gangguan Jiwa (OPGJ) yang dipasung sejak tahun 2015.
"Memang pada tahun 2015 ada sebanyak dua OPGJ yang dipasung, tepatnya di Perawang, kecamatan Tualang, Siak," kata Kepala Dinas Sosnakertrans Siak Nurmansyah di Siak, Sabtu 1 Oktober 2016, dikutip dari Antara.
Informasi tersebut disampaikannya saat kunjungan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kantor wilayah Riau untuk pemantauan dan evaluasi laporan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) tahun 2016 di kantor bupati Siak.
Lebih lanjut, Nurmansyah mengatakan bahwa kedua OPGJ tersebut kini sudah dibawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan.
Sementara itu, Warudju Ganipurwoko Kabid HAM Kemenkumham wilayah Riau menyampaikan program pembebasan pasung kini menjadi salah satu indikator dalam laporan RANHAM tahun 2016 ini. Apalagi pemerintah telah mencanangkan Indonesia bebas pasung.
"Tindakan pemasungan sudah melanggar HAM, karena orang yang mengalami gangguan jiwa dan mental juga berhak mendapatkan perawatan secara medis," katanya kepada Antara usai rapat.
Di lain tempat Dinas Sosial provinsi Riau mencatat sedikitnya ada sebanyak 116 OPGJ dipasung pada2015 lalu. Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi (Kuansing) merupakan daerah terbanyak dengan masing-masing daerah 23 orang.
Kemudian Kabupaten Indragiri Hilir 20 orang, Rokan Hilir 15 orang, Meranti 13 orang, Pelalawan tujuh orang, Indragiri Hulu lima orang, Bengkalis tiga orang, Siak dua orang dan Kota Dumai satu orang.
"Pemerintah sudah merehabilitas sekitar 30 orang. Mereka sekarang ditempatkan di Panti Laras, diantaranya 12 orang telah dinyatakan sehat," kata Sekretaris Dinsos Riau, Suratno.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan Indonesia bebas pasung pada 2017 sehingga tidak akan ada lagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung, tapi semuanya menjalani perawatan medis.