Liputan6.com, Malang - Aktivitas erupsi Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, belum menunjukkan penurunan. Gunung tersebut masih berstatus siaga dengan kondisi asap kawah teramati putih kelabu coklat kehitaman pada Jumat (7/10/2016) sekitar pukul 00.00-06.00 WIB.
Tinggi asap berkisar 100-300 meter dari puncak kawah ke arah barat-utara. Seismik menunjukkan tremor amplitudo maksimum 0,5-12 mm dominan 1 mm. Gempa vulkanik dangkal satu kali amplitudo maksimum 18 milimeter. Dengan begitu, Gunung Bromo berpotensi masih terus erupsi.
Di saat aktivitas vulkanik masih tinggi, alat pemantau Gunung Bromo justru hilang. Peralatan pemantauan aktivitas Gunung Bromo milik PVMBG yang dipasang di Lautan Pasir, Dusun Cemorolawang Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, hilang pada 18 September 2016 sekitar pukul 18.00 WIB.
"Peralatan tersebut berada dalam satu boks beton ukuran 1,5x2 meter dalam keadaan terkunci dan dilindungi pagar," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Jumat (7/10/2016).
Baca Juga
Beberapa alat yang hilang adalah logger tiltmeter ts4200, POE, switch hub 8 port, regular solar panel, moxa serial to utp converter, looger gas sensor CO2, antena broadband, dan DC to DC converter.
Hilangnya alat pemantau itu menyebabkan proses pemantauan aktivitas Gunung Bromo yang menggunakan metode deformasi dan geokimia tidak dapat dilakukan. Tingkat ketelitian pemantauan Gunung Bromo menjadi berkurang dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"Kepala PVMBG telah melaporkan hilangnya unit peralatan pemantauan Gunung Bromo kepada Kepala BNPB, Gubernur Jawa Timur dan Bupati Probolinggo," kata Sutopo.
Kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa daerah, baik alat pendeteksi banjir, longsor, tsunami, aktivitas vulkanik gunung api dan lainnya. Pencurian, perusakan dan terbatasnya biaya pemeliharaan dan pemutakhiran peralatan adalah salah satu masalah dalam peringatan dini bencana.