Sukses

Katamaran, Perahu Tenaga Surya Saat Harga Solar Melangit

Perahu tersebut diperuntukkan bagi nelayan yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Wanasari Tuban. Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.

Liputan6.com, Denpasar - Hari itu mentari sudah di atas kepala. Panas‎ menyengat membakar tubuh. Meski sinar surya menguras energi, tak menyurutkan semangat sekumpulan orang yang tengah serius mencoba perahu tenaga surya dari kayu.

Air muka mereka tegang. Begitu mesin dihidupkan, kemudi diarahkan dan perahu mulai berjalan, kecemasan di wajah mereka sirna. Perahu tenaga surya yang diujicobakan tersebut berjalan sukses.

Wajah tegang berubah menjadi tawa renyah. Perlahan namun pasti, perahu tersebut mulai mengitari kawasan mangrove Ngurah Rai. Ya, siang itu, ‎6 Oktober 2016 tengah diuji coba perahu dengan tenaga surya. Perahu tersebut merupakan karya anak-anak SMKN 1 Kuta, Bali.

Perahu tersebut diperuntukkan bagi nelayan yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Wanasari Tuban, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.

Community Development Officer PT Pertamina Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ngurah Rai, Desinta Wahyu Kusumawardani‎ menjelaskan, perahu nelayan bertenaga surya itu merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina yang disalurkan kepada SMKN 1 Kuta Selatan, Nelayan Wanasari Tuban.‎


"Perahu nelayan bertenaga surya ini merupakan program yang dirancang pada tahun lalu. Program ini kami serahkan kepada SMKN 1 Kuta Selatan untuk membuat perahu bagi Nelayan Wanasari Tuban yang merupakan dampingan kami juga untuk program CSR," ucap Desinta kepada Liputan6.com, Kamis, 27 Oktober 2016.

Awalnya, Desinta menjelaskan, PT Pertamina menyalurkan SCR kepada SMKN 1 Kuta Selatan untuk pembuatan lampu taman di sekolah tersebut. Program itu direalisasikan pada 2014.

Selanjutnya, PT Pertamina kembali mendorong karya inovatif dan kreatif anak-anak SMKN 1 Kuta Selatan‎ untuk membuat perahu bagi nelayan Wanasari Tuban yang juga penerima CSR PT Pertamina.

2 dari 3 halaman

Habiskan Biaya Rp 80 Juta

"Perahu ini kita beri nama perahu katamaran bertenaga surya. ‎Proses pembuatan perahu ini dilakukan sejak 2015 lalu. Biayanya Rp 80 juta. ‎Target utamanya bisa digunakan nelayan melaut," kata Desinta.

Perahu tersebut, kata dia, memiliki panel surya di atas yang berfungsi menampung sinar matahari dan terhubung ke tempat penyimpanan daya.

"Penyimpanan baterainya hingga mencapai 12 jam. Perahu ini bisa maju dan mundur. Tenaga mesinnya 2 PK, tapi dia belum bisa digunakan nelayan untuk melaut di laut lepas," tutur dia.

Menurut dia, nelayan memerlukan paling tidaknya mesin kapal berkekuatan 5 PK untuk melaut di laut lepas dengan kecepatan 20 kilometer per jam.

Ia menuturkan pula, perahu tersebut digunakan oleh nelayan Wanasari Tuban untuk ekowisata di kawasan mangrove Ngurah Rai.

"Tahun depan kita target mesin 5 PK sudah bisa dibuat dan digunakan nelayan melaut," Desinta menambahkan.

Soal latar belakang ‎dibuatnya perahu ini, menurut Desinta, lantaran PT Pertamina berkomitmen mengembangkan segala potensi dan karya kreatif serta inovatif gagasan orisinal masyarakat. Selain itu, perahu ini digagas juga untuk membantu nelayan meningkatkan pendapatan mereka.

Tujuan utamanya, ujar dia, agar nelayan tak lagi menggunakan bahan bakar solar yang berbiaya mahal dan tak ramah lingkungan.

"Latar belakangnya karena binaan kita, nelayan, itu menggunakan solar untuk perahu mereka yang tentu saja mengeluarkan emisi. Kita alihkan kepada energi terbarukan yang merupakan komitmen pemerintah dan PT Pertamina," ujar dia.

"Selain itu, menggunakan tenaga surya juga dapat menghemat pengeluaran nelayan dalam melaut. (perahu bertenaga surya) tidak mengeluarkan emisi. Lalu, mereka juga dapat menghemat pengeluaran karena tidak membeli bahan bakar solar lagi," Desinta menjelaskan.

Ia tak menampik jika ada kontradiksi antara penyaluran CSR PT Pertamina dengan apa yang selama ini dijual oleh perusahaan pelat merah tersebut. Menurut dia, sejak awal Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan potensi kreatif dan inovatif dari masyarakat. Di sisi lain, Pertamina juga mendorong tumbuhnya penggunaan energi ramah lingkungan.

"Kita berkomitmen men-support ‎masyarakat untuk pemberdayaan mereka. Kita memang fokus pada pemberdayaan masyarakat," dia mengulas. Desinta justru menantang masyarakat untuk terus berinovasi.

"Kita akan support sepenuhnya.‎ Kita berharap tiap tahun ada karya inovatif baru dari masyarakat. Kita juga sudah memikirkan dan menggali potensi kreatif apa dari masyarakat untuk tahun depan. Sebagai contoh nelayan Wanasari Tuban yang membuat rumah makan terpadu dengan ekowisata Kampoeng Kepiting. Kami mendukung sepenuhnya," ucap perempuan asal Madiun ini.

 

3 dari 3 halaman

Ide Awal Perahu Katamaran

Sementara itu, Ketua Nelayan Wanasari Tuban, I Made Sumasa (51) mengaku terbantu dengan perahu katamaran bertenaga surya. Ide ini sempat ia lontarkan kepada PT Pertamina kala harga solar melonjak tajam.

"Saat itu harga solar naik tinggi sekali. Kalau nelayan melaut, pasti butuh biaya banyak, sementara pendapatan juga tidak sebanding. Lalu saya cetuskan ide kepada PT Pertamina untuk dibuatkan perahu bertenaga surya. Dan ternyata berhasil," kata Sumasa.

Meski belum bisa digunakan untuk melaut, perahu itu kini digunakan oleh Nelayan Wanasari Tuban untuk mengantarkan wisatawan yang hendak menikmati ekowisata. Berlokasi di sisi kiri pintu masuk jalan Tol Bali Mandara di kawasan Kuta, mereka membangun Restoran Kampoeng Kepiting.

Di Kampoeng Kepiting pula, mereka membudidayakan kepiting sebagai bahan baku restoran di atas laut tersebut. Lantaran berada di sisi hutan mangrove Ngurah Rai, mereka juga menggagas ekowisata.

Anda juga dapat bermain perahu kano di sini. Selain itu, Restoran Kampoeng Kepiting juga menyajikan Tari Kecak dan live music yang semuanya dilakukan oleh nelayan.

"Di sini keluarga nelayan bahu-membahu membesarkan Kampoeng Kepiting. Ibu-ibu, anak-anak, semua terlibat aktif. Awal sulit untuk membuat inovasi yang digemari oleh masyarakat lokal dan mancanegara. Kampoeng Kepiting ini kita b‎uat sederhana, unik dan back to nature-nya dapat," ucap dia.

‎Perlahan tapi pasti, ide Sumasa diterima oleh anggotanya. Ia tak menampik sedikit mengalami kesulitan mengubah mindset (pola pikir) dari nelayan tangkap menjadi nelayan budidaya.

"Awalnya kami ini nelayan tangkap. Kita tambah keahliannya menjadi nelayan budi daya. Dari sana pelan-pelan kita ajarkan ekowisata. Tidak mudah mengubah karakter masyarakat. Dibutuhkan waktu dan sentuhan khusus untuk mengubahnya," Sumasa menuturkan.

Tak berhenti sampai di sana, Sumasa ‎mengaku terus berinovasi untuk pengembangan Nelayan Wanasari Tuban Bali dan Kampoeng Kepiting. Hal itu pula yang sudah dijanjikannya kepada Desinta, yang hampir saban minggu menghabiskan waktu di Kampoeng Kepiting.