Liputan6.com, Purwakarta - Terhitung akhir Desember 2016, seluruh lapak Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Ir H Djuanda atau Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, telah habis masa izinnya. Pemerintah setempat mengonfirmasi tak akan mengeluarkan perpanjangan izin usaha tersebut. Alasannya, selama ini limbah pakan ikan yang dihasilkan dari usaha perikanan tersebut kerap mengganggu turbin pembangkit listrik di danau buatan terbesar di Indonesia itu.
Bupati Dedi Mulyadi mengatakan, limbah tersebut bukan hanya mengganggu turbin, melainkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta harus mengeluarkan dana sekitar Rp 1,5 miliar melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Terutama untuk pemurnian air sebelum dialirkan kepada seluruh konsumen.
"Karena efek dari limbah ini sangat merugikan, turbin terganggu, terus kemudian air menjadi tidak higienis, kami selaku pemerintah daerah tidak akan memperpanjang izin usaha KJA di Waduk Jatiluhur. Akhir Desember ini kan habis," ucap Dedi usai bertemu pihak Perum Jasa Tirta II (PJT 2) Jatiluhur di rumah dinasnya, Jalan Gandanegara No 25, Purwakarta, Senin, 7 November 2016.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Dedi, idealnya keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur harus berjumlah 4 ribu KJA. Pembatasan ini penting untuk menjaga kualitas air dari waduk yang mengalirkan air bersih sampai Ibu Kota tersebut. Namun, fakta di lapangan, Waduk Jatiluhur kini harus menanggung beban sebanyak 23 ribu KJA.
Kondisi yang juga mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem ini juga sempat dibahas dalam pertemuan antara Bupati Dedi Mulyadi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau Wapres JK pada akhir 2014 di Danau Jatiluhur.
Dalam pertemuan tersebut dihasilkan langkah-langkah strategis untuk menjaga kestabilan kualitas air waduk. Di antaranya dengan pemulihan jumlah KJA menjadi 4 ribu saja.
"Pernah diskusi dengan Pak Wapres juga, waktu itu berkunjung ke Jatiluhur, sinyal dari beliau sudah jelas. Ini KJA agar segera ditertibkan," ujar Dedi.
Perum Jasa Tirta II selaku perusahaan yang secara legal formal menaungi Danau Jatiluhur menyambut baik langkah tegas yang diambil oleh Bupati Purwakarta tersebut.
Djoko Saputro selaku direktur utama di perusahaan tersebut berujar keberadaan Waduk Jatiluhur sejak lama tidak hanya untuk mengakomodasi kepentingan lokal dan regional. Namun, waduk tersebut memangku kepentingan nasional karena sumber daya air dan listrik dihasilkan dari sana.
"Kita menyambut baik langkah tegas Pak Bupati hari ini, air dan listrik itu kan kepentingan nasional. Kalau KJA terus dibiarkan tentu akan mengganggu terpenuhinya kepentingan itu," kata Djoko.
Dalam rangka penertiban KJA, PJT 2 Jatiluhur mengaku hanya mampu menertibkan 4 ribu KJA setiap tahun. Kini, atas advokasi dari Pemkab Purwakarta, PJT 2 mengaku dapat menerapkan target yang lebih banyak lagi.
"Kalau kita hanya mampu menertibkan 4 ribu KJA setiap tahun, karena sulit sekali membongkar keramba di atas air. Tentu setelah ini akan lebih lagi karena dibantu Pak Bupati," Djoko Saputro memungkasi penjelasan terkait pencemaran Waduk Jatiluhur.