Liputan6.com, Yogyakarta - Siksaan yang dialami Sartini (36), warga Pucungsari, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah, mereda usai melarikan diri dari rumah majikannya di Jalan Parangtritis, Jetis, Bantul.
Selain disekap sejak Februari 2016 hingga September 2016, ia dan anaknya CM yang baru berusia 1,5 tahun juga jadi korban kekerasan sang majikan.
Kisah pedih yang dialaminya itu dilaporkan Sartini ke Polda DIY pada 15 November 2016. Hari ini, ia kembali ke Polda untuk kepentingan visum anaknya di RS Bhayangkara.
Saat di Mapolda DIY, ia menceritakan majikannya yang berinisial AC sering berpindah-pindah tempat seperti ke Klaten, Sukoharjo dan Bantul. Majikannya itu mempunyai usaha di bidang teknologi pertanian.
"Saya ikut majikan sejak 2014. Majikan saya itu memang sering pindah-pindah tempat, terakhir di Bantul," kata Sartini di Mapolda DIY, Kamis (17/11/2016).
Awalnya, ia memiliki majikan yang baik sehingga saat pindah rumah ia tidak keberatan. Namun, perangai majikannya berubah saat usaha milik sang majikan menurun sekitar Februari lalu.
Baca Juga
Sejak itu, ia mulai sering dibentak dan dianiaya. Yang paling membuatnya sedih adalah anak balitanya itu juga terciprat kekerasan si majikan. Akibatnya, sejumlah luka serius mendarat di tubuh CM. Kekerasan itu terus berlanjut setelah pindah ke Bantul.
"Katanya, anak saya bikin sial, anak saya sampai nangis-nangis. Saya tidak berani menolong karena diancam," ujar dia.
Sartini akhirnya berniat kabur karena tidak tahan dengan perlakuan majikan. Pada 18 September 2016, ia berhasil melarikan diri dari rumah majikannya saat orang itu sedang pergi.
"Saat majikannya pergi dan satu putranya tidur, saya gendong CM keluar lewat pintu belakang," kata Sartini.
Ia langsung menuju ke rumah temannya di Klaten dan memutuskan untuk menginap di sana sementara. Setelah itu, ia kembali ke rumahnya di Pucungsari, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah.
"Saya di Klaten dulu karena dapat kabar kalau majikan mencari saya ke rumah. Saya jadi takut pulang jadi tinggal di Klaten dulu," ujar dia.
Setelah sampai di rumah, ia menceritakan semua kejadian bersama dengan majikannya. Dengan dukungan keluarga, ia pun melaporkan kasus ini ke Polda DIY. Ia hanya berharap polisi dapat menangkap majikannya dan memberikan hukuman atas perbuatannya. Â
"Anak saya trauma kalau mendengar mesin cuci atau orang teriak, selalu menangis. Anak saya juga nangis kalau lihat kulkas," tutur Sartini.
Advertisement