Liputan6.com, Pekanbaru - Kericuhan terjadi di Pengadilan Negeri Pekanbaru ketika hakim tunggal Sorta Ria Neva menolak gugatan praperadilan SP3 perusahaan biang asap pada 2015.
Ini merupakan kali kedua Sorta menolak gugatan terhadap pencabutan SP3.
"6 juta rakyat Riau yang menjadi korban asap kecewa dan tersakiti. Cabut SP3 perusahaan pembakar lahan," teriak sejumlah mahasiswa dari BEM Universitas Riau usai mendengar keputusan Sorta, Selasa (22/11/2016),
Baca Juga
Teriakan mahasiswa ini mengundang perhatian pengunjung sidang. Tak ayal, pihak pengamanan Pengadilan Negeri Pekanbaru terpaksa membawa salah seorang mahasiswa keluar dari PN karena selalu saja berteriak, sebagai protes ditolak permohonan praperadilan ini.
Advertisement
Pihak keamanan sempat ingin membawa seluruh mahasiswa keluar PN Pekanbaru. Namun aksi ini dihadang oleh kuasa hukum dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Boy Evan Sembiring.
"Kenapa harus disuruh keluar, sidang sudah ditutup kok. Mereka (mahasiswa) punya hak (memprotes putusan ini). Saya kuasa hukumnya, biarkan mereka menyampaikan aspirasinya," kata Boy kepada petugas keamanan pengadilan.
Boy menyatakan putusan Sorta sangat tidak masuk akal. Dia pun berencana melaporkan Sorta ke Komisi Yudisial karena dianggap memberi pertimbangan yang tak masuk akal.
"Ini sudah dua kali Sorta menolak gugatan praperadilan perusahaan pembakar lahan. Kami minta pengadilan untuk tidak menunjuk Sorta lagi menyidangkan praperadilan SP3 perusahaan berikutnya. Kalau dia lagi, berapa kali lagi gugatan terus ditolak," tegas Boy.
Menurut Boy, putusan Sorta mengabaikan sikap Polda Riau yang tidak mengajukan ahli dalam persidangan. Sorta juga disebut tak bisa membuktikan apakah penyidik sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
"Apakah Sorta bisa membuktikan bahwa penyidik telah menyerahkan SPDP," tegas Boy.
Boy juga menjelaskan, putusan Sorta juga terbilang aneh karena dalam pertimbangan menyebut praperadilan tidak boleh masuk ke materi pokok perkara.
"Katanya hanya persoalan formil, tapi dalam pertimbangannya menyingung soal materi perkara. Putusannya ambigu," kata Boy.
‎Sementara dalam pertimbangannya, Sorta menjelaskan panjang lebar tentang pentingnya mengirimkan SPDP suatu perkara oleh penyidik ke jaksa peniliti. Menurut Sorta hal itu sudah diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Menurut Sorta, SPDP dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga menjadi jalan bagi penyidik dan jaksa peniliti di kejaksaan untuk saling berkoordinasi.
"Menyatakan bahwa penyidik telah mengirim SPDP. Artinya, penyidik telah memenuhi ketentuan penyidikan," tegas Sorta.
Setelah membacakan pertimbangannya, Sorta dengan tegas menolak permohonan gugatan praperadilan oleh Walhi secara keseluruhan dan membebankan biaya perkara kepada pemohon.
"Menolak secara keseluruhan gugatan pemohon," tegas Sorta.
Dalam gugagatannya, Walhi memang memfokuskan gugatan SP3 terhadap PT Sumatera Riang Lestasi, sebagai salah satu perusahaan yang diduga menjadi biang asap karena ratusan hektare lahannya terbakar pada 2015 lalu.
Dalam gugatannya juga, Walhi menitikberatkan kepada SPDP yang dinilai tak dikirimkan oleh penyidik kepolisian kepada kejaksaan. Beberapa ahli dihadirkan terkait prosedur ini, tapi akhirnya dimentahkan oleh Sorta.
Sebelumnya, gugatan dari seorang warga Pekanbaru, Feri yang dikuasakan kepada 10 advokat juga dimentahkan Sorta.
Feri meminta SP3 15 perusahaan terduga pembakar lahan dicabut. Hanya saja dalam pertimbangannya, Sorta menyebut syarat formil Feri mengajukan gugatan tidak terpenuhi.