Liputan6.com, Purwakarta - Dalam rangka penguatan program Tujuh Hari Pendidikan Istimewa sebagai pelaksanaan Perbup No 69 tentang Pendidikan Berkarakter di Purwakarta, Jawa Barat, Bupati Dedi Mulyadi kembali mengeluarkan inovasi program pendidikan. Seluruh siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Purwakarta wajib membantu pekerjaan yang digeluti orangtua masing-masing.
Program ini dilaksanakan setiap Selasa dan efektif berlaku mulai hari ini, Selasa (29/11/2016). Frekuensinya hanya dua kali dalam sebulan. Program itu total diikuti 110 ribu siswa SD dan 35 ribu siswa SMP secara serempak.
Menurut Dedi, program tersebut dimaksudkan agar pelajar untuk menumbuhkembangkan sikap empati di kalangan pelajar agar mampu merasakan kesulitan yang dialami orangtua saat bekerja sehari-hari. Selain itu, tugas tersebut merupakan bagian dari pendidikan berbasis profesi keluarga.
Dedi menilai siswa yang tidak pernah bersinggungan dengan pekerjaan orangtuanya cenderung bersikap egois. Waktu luang yang dimiliki bukan untuk mengerjakan hal-hal positif seperti peningkatan kemampuan akademik dan aplikatif, melainkan digunakan untuk bermain menggunakan kendaraan bermotor, bermain gawai hingga nongkrong tak jelas.
Baca Juga
"Kalau mereka bekerja bareng orangtuanya, mereka akan merasakan dan menghayati kesulitan yang dialami orangtua saat menjalani pekerjaannya," kata Dedi saat meninjau hari pertama penerapan kebijakannya di daerah Sukatani.
Advertisement
Selain itu, tugas tambahan itu diharapkan bisa menambah pengetahuan pelajar tentang pekerjaan yang dilakoni orangtuanya. "Kalau orangtuanya tukang bangunan, siapa tahu kelak sang anak memiliki kemampuan lebih baik dalam membangun, bahkan anggota DPRD pun saya minta untuk membawa anaknya," ujar Dedi.
Salah satu orangtua siswa, Cece (33) warga Kampung Cimanglid, Desa Sukatani Purwakarta menyambut baik program baru yang dikeluarkan Bupati Purwakarta itu. Pria yang berprofesi sebagai perajin tapai singkong ini mengaku berkesempatan untuk mentransfer ilmu pembuatan tapai kepada anaknya.
"Ini kesempatan saya mewariskan ilmu pembuatan tapai kepada anak saya. Nanti kan dia berpikir kalau minta ini itu, dia akan ingat kesulitan saya mencari uang, minimal keinginannya itu tidak akan terlalu menggebu," ujar Cece.
Arif (11), anak dari Cece perajin tapai singkong pun menuturkan baru kali ini dia merasakan kesulitan yang dialami oleh ayahnya. Sambil menyeka keringat, pelajar kelas 6 di SDN Sukatani ini bertekad untuk terus membantu ayahnya melakukan pekerjaan sehari-hari usai pulang sekolah.
"Cape juga pak, angkat singkong untuk direbus ternyata luar biasa berat," ujar Arif.
Berdasarkan pantauan di beberapa desa, terlihat para pelajar hari ini tidak masuk sekolah untuk membantu kegiatan yang dijalani orangtuanya sehari-hari. Ada yang membantu berjualan bubur, membuat keramik, hingga bekerja di kebun dan sawah.