Liputan6.com, Kupang - Akses negara untuk pendidikan yang merata bagi semua anak masih jauh panggang dari api. Banyak dari mereka yang terpaksa putus sekolah dan berakhir menjadi korban eksploitasi.
Praktik eksploitasi terhadap anak di bawah umur marak terjadi Nusa Tenggara Timur. Mereka yang semestinya masih sibuk belajar malah menanggalkan seragam sekolah untuk bekerja di bawah terik matahari.
Berangkat dari keprihatinan terhadap nasib anak-anak yang dicampakkan situasi, Yoseph Orem Blikolon datang membawa asa. Lelaki berusia 64 tahun yang bekerja sebagai pemulung itu nekat mendirikan sebuah yayasan pendidikan bernama Peten Ina.
Lelaki asal Flores, Kabupaten Lembata itu, lalu mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Surya Mandala pada 2012. Dengan dana terbatas, ia pun menyewa sebuah gedung di Jalan Monitor, RT 026 RW 019, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang dengan nomor izin operasional DISPPO 801/SEK/33/ 2013.
Advertisement
Baca Juga
Pada awal sekolah itu dibuka, ada 87 siswa yang diundangnya untuk menimba ilmu. Semua anak itu sudah putus sekolah. Mereka berasal dari keluarga miskin, seperti anak pemulung, anak penjual ikan, anak pendorong gerobak dan anak penjual koran.
Maka itu, ia tidak mengenakan biaya sekolah bagi mereka alias gratis. Bahkan, sekolahnya menyediakan seragam sekolah bagi para siswa.
Agar sekolah bisa beroperasi, Yoseph berkeliling mencari guru. Dari sekian banyak guru yang ditawarinya, mereka ada yang bersedia tidak dibayar. Kini, ada delapan tenaga pengajar yang dibayar dengan hasil menjual rongsokan.
"Saya hanya ingin anak-anak yang setiap hari di jalan bisa sekolah kembali, tidak perlu memikirkan biaya. Meski saya hanya seorang pemulung, tetapi saya ingin anak-anak tidak seperti saya. Mereka masih mempunyai masa depan yang panjang dan mereka butuh uluran tangan saya," ujar Yoseph kepada Liputan6.com, Jumat, 25 November 2016.
Untuk menyekolahkan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu, Yoseph bersama seorang guru PNS Bruno Kia Eban mencari anak-anak putus sekolah dari kota hingga ke daerah pelosok. Ia menegaskan bukan hal mudah untuk merangkul dan mendidik anak-anak jalanan itu.
Kesabaran dan pengorbanannya mendidik mereka kini sudah menghasilkan. Setiap tahun jumlah siswa sekolah gratis itu bertambah dan bahkan sebagian anak-anak yang tamat kini bersekolah di SMA.
"Saya punya rencana bangun SMK untuk tampung anak-anak setelah tamat dari sekolah ini. Tetapi saya masih belum memiliki lahan dan masih kekurangan anggaran," kata Yoseph.
Dukungan Guru Profesional
Yoseph bukan tak pernah berupaya mendekati pemerintah. Dia mengaku pernah mengajukan bantuan dana ke Pemerintah Kota namun ditolak dengan alasan anak-anak jalanan itu bukan saja berasal dari Kota Kupang, melainkan juga dari luar daerah.
"Wali Kota tolak proposal bantuan dana dari saya. Syukur, di tahun 2014, sekolah kami mendapat bantuan dana BOS. Dari dana itu, saya bisa membeli perlengkapan siswa dan bayar honor guru," jelas Yoseph.
Meski serba terbatas, bukan berarti sekolah gratis itu dikelola asal-asalan. Guru-guru tetap bekerja profesional meski tidak menuntut digaji.
Salah satunya adalah Kepala SMP Surya Mandala Bendenina Mata. "Jiwa pengabdian membuat guru dijuluki pahlawan tanpa jasa," ujar Bendenina Mata kepada Liputan6.com.
Menurut Bende, menjadi seorang guru tidak perlu melihat berapa besar tunjangan yang diberikan sekolah, melainkan ketulusan dalam mengabdi demi mencerdaskan anak bangsa.
"Guru itu pekerjaan yang sangat mulia. Persoalan gaji saya tidak menuntut. Saya bangga saya mengabdi untuk anak-anak bangsa," ucap dia.
Bende mengatakan, dirinya tertarik menjadi kepala sekolah karena semua murid yang sekolah di SMP Surya Mandala datang dari keluarga-keluarga miskin. "Jadi, kami tidak menuntut gaji. Kami hanya ingin berjuang bersama Bapak Yoseph agar anak-anak bisa lanjut sekolah," ucap Bende.
Upaya Yoseph mencerdaskan anak-anak semakin berkembang. Selain membangun SMP, Yoseph juga mendirikan PAUD Peduli Kasih pada 2008. Lokasi PAUD itu berada di RT 10 RW 4, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Saat ini, sekolah usia dini itu memiliki dua orang guru dan 20 murid. Sekolah ini pun tak dipungut biaya.
Advertisement