Liputan6.com, Ternate - Pengibaran bendera Tiongkok di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Jumat, 25 November lalu, berbuntut panjang. Sebagian warga di Maluku Utara meminta penaikan bendera yang tidak sesuai UU diproses hukum.
Kapolda Maluku Utara Brigjen Pol Tugas Dwi Aprianto saat disambangi Liputan6.com mengungkapkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia jangan dijadikan sebagai negara serba boleh. Dia menyayangkan pengibaran bendera Tiongkok itu tidak mengindahkan undang-undang.
"Boleh orang berinvestasi di negara kita, tetapi dia harus menghormati norma-norma kita. Jangan injak-injak harkat dan martabat. Kalau sudah dibilang jangan, ya jangan," ucap Kapolda Maluku Utara, Senin, 28 November 2016.
Kapolda mengungkapkan, dugaan sementara pemberi izin adalah Bagian Protokoler Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Maluku Utara.
"Makanya, kita lihat dulu kewenangannya kayak apa? Kita dudukkan permasalahannya. Itu setelah saksi ahli (memberi keterangan). Teknisnya langsung ke Direktorat Kriminal Umum (Polda Maluku Utara)," ia menambahkan.
5 Saksi Diperiksa
Adapun Direktur Kriminal Umum Polda Malut Kombes Dian Ariyanto mengatakan, pengibaran bendera Tiongkok yang tidak sesuai ketentuan UU di Indonesia itu sudah tahap penyelidikan.
Dian mengungkapkan, sedikitnya lima saksi yang telah diperiksa. Kelima saksi itu di antaranya yang menaikkan bendera, yang menurunkan, dan ketua panitia kegiatan.
"Jadi (dalam kasus ini) masih tahap penyelidikan. Itu sesuai dengan permintaan pengunjuk rasa tadi (pemuda dan mahasiswa). Jadi kita sudah laksanakan," kata dia.
"Dari hasil pemeriksaan lima saksi itu juga masih akan dikoordinasikan hasil keterangannya. Karena berkas awalnya diperiksa di Polres Halmahera Selatan, sehingga berkasnya sudah kita tarik lagi ke sini (Polda Malut) dan menunggu hasil koordinasi," ujar Dian.
Karena itu, menurut dia, pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan akan dilaksanakan di Polda Maluku Utara.
Setelah hasil koordinasi selesai, Dian mengungkapkan, pihaknya akan melayangkan panggilan kepada Bupati Bahrain Kasuba, Sekda Helmi Surya Batutihe, dan Camat Pulau Obi.
"Untuk Gubernur belum sampai ke sana. Kemungkinan pihak protokoler (Setda Provinsi Malut) yang akan dipanggil (duluan) sebagai saksi," Kombes Dian Ariyanto memungkasi​.
Advertisement
Penjelasan Gubernur
Pengibaran bendera Tiongkok pada peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Wanatiara Persada pada Jumat, 25 November 2016, menimbulkan kehebohan. Sebab, di lokasi acara ada bendera Tiongkok yang dikibarkan sejajar dengan Merah Putih.
Bahkan, bendera Tiongkok yang dikibarkan itu ukurannya lebih besar dari bendera Merah Putih. Tak hanya di lokasi acara, bendera Tiongkok lainnya juga terpasang di dermaga setempat. Warga yang hadir pun memprotes dan akhirnya bendera itu diturunkan.
Menurut keterangan tertulis dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, penurunan bendera di lokasi acara dilaksanakan oleh personel keamanan PT Wanatiara Persada.
"Sedangkan bendera yang berkibar di dermaga, penurunannya turut dibantu Sertu Mar Agung Priyantoro agar bendera tidak menyentuh tanah. Proses penurunan bendera Tiongkok ini berjalan aman dan lancar," ucap Dispen TNI AL dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu, 26 November 2016.
Dalam insiden ini, PT Wanatiara Persada menegaskan bertanggung jawab dan meminta maaf atas kejadian tersebut.
Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba pun memberikan keterangan saat menjamu Vice President PT Jinchun Gruop, Mr Yao Wei Xin atau direktur pelaksana pembangunan smelter PT Wanatiara Persada, di Kantor Gubernur, Kota Tidore.
Gubernur mengungkapkan awal mula perusahaan itu membangun smelter di Pulau Obi saat ia berkunjung ke Tiongkok satu pekan lamanya. Lawatan itu sebelum ia menggelar perjamuan di kantor gubernur pada 15 Juli 2016.
Gubernur Maluku Utara mengatakan kunjungan kerja selama empat hari di Provinsi Guangzhou, Tiongkok itu bertujuan membahas kerja sama di sektor pertambangan dan kelautan.