Liputan6.com, Cirebon - Tawurji adalah tradisi warisan Sunan Gunung Jati yang diperingati setiap akhir Safar. Tepatnya setiap Rabu terakhir di Bulan Safar sehingga tradisi itu dikenal pula sebagai Rebo Wekasan. Tradisi itu digelar untuk menolak bala atau malapetaka.
Menurut Humas Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi, alasan menggelar tradisi tersebut karena biasanya cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir Bulan Safar. Tawurji sendiri terdiri dari dua kata, yakni tawur yang berarti memberikan dan ji yang berarti satu.
"Makna Tawurji sendiri adalah berbagi rizki kepada yang tidak mampu untuk menghindari bencana maupun malapetaka. Biasanya kami berbagi uang dan makan bersama warga Cirebon," kata Ratu, Rabu, 20 November 2016.
Selain berbagi, Tawurji juga menjadi sarana Keraton Kanoman bersilaturahni dengan masyarakat. "Kami bersilaturahmi sambil bersedekah," kata dia.
Baca Juga
Dalam menjalankan tradisi Rebo Wekasan itu, Keraton menyajikan kue tradisional yang dibuat setiap Safar. Kue tersebut bernama Apem.
"Apem juga disimbolkan sebagai bentuk manusia yang sedang diuji. Kami silaturahmi dan berbagi serta makan apem bersama masyarakat. Intinya kegiatan ini bersedekah agar terhindar dari bala bencana atau petaka," tutur dia.
Selain kue apem, Keraton Kanoman juga menyediakan uang. Pantauan Liputan6.com, tidak sedikit warga berdesakan untuk mendapat posisi paling depan agar kebagian uang Kanoman yang dibagikan dengan cara disawer.
Sempat terjadi saling baku hantam sesama warga saat berebut uang receh yang disawer pihak Keraton Kanoman Cirebon. Beruntung, insiden tersebut berhasil diredam pihak keamanan Keraton Kanoman.
Warga Cirebon meyakini uang yang dibagikan Keraton Kanoman Cirebon akan menjadi berkah. "Dari dulu sudah begitu mas, setiap akhir bulan Safar memang Kanoman pasti ada Tawurji. Kami anggap itu ada barokahnya," tutur Ansor, salah seorang warga.