Sukses

PPS Tasikoki, Penangkaran Satwa Liar di Jalur Perdagangan Ilegal

Begitu satwa liar itu diselamatkan dari perdagangan ilegal, mereka ditempatkan ke PPS Tasikoki.

Liputan6.com, Minahasa - Tak hanya terkait penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di perairan Sulawesi Utara (Sulut), provinsi yang berbatasan langsung dengan Filipina ini juga ternyata menjadi jalur perdagangan satwa liar lintas provinsi, bahkan lintas negara.

"Ada berbagai jenis satwa liar yang diperdagangkan antardaerah di Indonesia, bahkan ke luar negeri. Pelabuhan Bitung menjadi tepat transit jalur perdagangan ilegal ini," ungkap Billy Lolowang, staf Edukasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Kema, Minahasa Utara, Kamis, 1 Desember 2016.

Billy Lolowang, staf Edukasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki memberikan penjelasan kepada pengunjung PPS. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Billy menjelaskan, satwa liar yang diperdagangkan itu didominasi burung dan reptil. Selain itu, ada juga orang utan asal Kalimantan yang diselundupkan ke Filipina.

"Misalnya burung kakatua dari Papua dan Maluku yang hendak dibawa ke Jawa, mereka melewati pelabuhan Bitung," ungkap alumni Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Manado ini.

Prihatin dengan kondisi perdagangan ilegal satwa liar yang kian merajalela, pada tahun 2004 mulai dibangun PPS Tasikoki.

"Kenapa dipilih Sulut, ya karena itu tadi. Merupakan jalur perdagangan ilegal. Lokasi PPS ini juga berada di dekat Pelabuhan Bitung, dengan pertimbangan bisa dengan cepat menangani satwa liar yang berhasil disita," ujar dia.

Billy mengungkapkan, di tahun pertama berdirinya PPS Tasikoki, pihaknya mendapat 'tamu' dari Kalimantan yakni beruang madu dan orang utan. "Satwa ini akan dibawa ke Filipina, namun digagalkan aparat keamanan. Dan diserahkan ke Tasikoki untuk dirawat di sini,” ujar dia.

Lebih dari 12 tahun berdiri, kini di PPS Tasikoki terdapat sedikitnya 400 satwa yang terdiri dari 40 spesies. Hewan-hewan ini mendiami lahan yang luasnya mencapai puluhan hektare.

"Ada orang utan, beruang madu, monyet hitam, babi rusa, hingga berbagai jenis burung yang berada di Tasikoki. Mereka hidup layaknya di habitat asli, karena lingkungan hutan di sini cukup nyaman bagi satwa ini,” Billy menjelaskan.

Penangkaran Satwa Liar di Jalur Perdagangan Ilegal Manado (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Menyelamatkan lalu mengurus ratusan satwa liar di lokasi yang bukan habitat asli tentu membutuhkan kerja ekstra, termasuk biaya yang besar. Billy menyebutkan untuk biaya makanan 400 satwa liar ini dibutuhkan dana mencapai Rp 100 juta tiap minggu.

"Belum lagi untuk operasional staf serta relawan di sini. Tapi inilah upaya kami untuk menyelamatkan swtwa liar dari ancaman kepunahan," Billy memaparkan.

Tak hanya jadi pusat penyelamatan satwa liar, PPS Tasikoki juga menjadi tempat penelitian untuk kalangan pelajar dan mahasiswa.

"Kami bisa mengenal dari dekat satwa liar, tanpa harus pergi ke habitat aslinya. Seperti orang utan di Kalimantan, atau beruang madu di Sumatera," ujar Ferawati Ali, mahasiswi Politekhnik Negeri Manado yang berkunjung ke Tasikoki.