Liputan6.com, Gunungkidul - Desa Nglanggeran merupakan salah satu desa wisata yang cukup populer di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena keberadaan gunung api purba Nglanggeran. Kunjungan turis semakin meningkat, terutama sejak wilayah itu ditetapkan UNESCO sebagai geopark dunia pada 2015 lalu.
Peluang itu tak disia-siakan warga setempat yang sebagian besar memiliki kebun kakao. Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY), LIPI, dan BI DIY, mereka baru-baru ini membuka Griya Coklat Nglageran.
Griya tersebut menjadi wadah bagi puluhan petani cokelat yang juga memproduksi olahan kakao. Di Griya Coklat itu, warga juga bisa belajar proses mengolah biji kakao menjadi beragam bentuk olahan cokelat.
Banyak produk olahan biji cokelat yang disajikan di tempat yang diresmikan Gubernur DIY Sultan HB X itu, seperti cocomix special, cocomix original mix, cocomix tawa, coklat batang, pisang coklat dan dodol coklat. Namun yang paling direkomendasikan adalah minuman cokelatnya.
"Produknya sangat banyak sudah jual juga kapasitas produksi satu bulan bisa 400 pcs untuk minumannya. Cokelat batangan sedang dikembangkan. Produksinya belum push besar-besar," ujar Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran Sugeng Handoko, Jumat, 2 Desember 2016.
Baca Juga
Advertisement
Sugeng mengatakan dengan adanya Griya Coklat ini citra Gunungkidul yang lekat sebagai penghasil gaplek, dapat semakin berwarna dengan cokelat buatan warganya. Apalagi, permintaan minuman cokelat itu sudah sampai ke luar Jawa.
Banyak wisatawan yang datang lalu pulang membawanya sebagai oleh-oleh dan kemudian meminta untuk dikirimkan kembali. Harganya relatif murah, Rp 4.000 per saset.
"Selain gunung api purba Nglanggeran juga akan kuat dengan branding minuman cokelatnya," ujar dia.
Butuh Ahli Cokelat
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengimbau agar warga Nglanggeran yang menanam kakao mengubah pola pikir, dari petani menjadi wirausahawan.
Ia juga meminta warga untuk semakin variatif membuat produk olahan cokelat agar masyarakat atau konsumen memiliki banyak pilihan produk. Selain itu, cita rasa juga harus disesuaikan dengan selera konsumen.
"Idealnya, Griya Coklat punya tester ahli makan cokelat lokal dan internasional. Tester ini ia sudah terbiasa makan cokelat, sehingga bisa menyesuaikan. Ia bisa bedakan di lokal ini, internasional ini," ujar dia.
Gubernur DIY juga mengingatkan agar kemasan produk harus diperhatikan. Sebab, kemasan itu menentukan nilai jual produk yang dibuat warga. Selain itu, manajemen juga harus ditingkatkan agar para petani sekaligus pengusaha bisa menciptakan produk berkualitas baik.
"Jangan ngenten mawon sampun pajeng (gini aja sudah laku). Jadi, barange boten (barangnya belum) tentu enak, tapi kalo bungkusannya bagus, itu meningkatkan harga jual," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia DIY Arif Budi Santosa mengatakan pihaknya selalu setia mendampingi UKM di Yogyakarta khususnya di Desa Nglanggeran. Menurut dia, yang dibutuhkan UKM ini adalah pendampingan seperti pengembangan produk dan cara pemasarannya.
"Sertifikasi kita bantu. Semua kita bantu. Sejak 2010, kita lebih bantu 30-40 yang kayak gini," ujar dia.
Arif mengatakan ada tujuh sektor komoditas yang menjadi perhatian serius dari BI DIY yang tersebar di kabupaten dan Kota Yogyakarta. Ketujuh komoditas itu adalah padi menor, bawang merah di Kulon Progo, bawang merah di Tanah Pasir dan tegalan di Bantul, susu kambing etawa di Sleman, mokaf dan cokelat di Gunungkidul.
Advertisement