Liputan6.com, Serang - Kesultanan Banten yang berdiri sekitar 1526-1813 Masehi menyambut hangat pendatang dari daerah-daerah lain. Bahkan juga dari negara asing seperti Inggris, Gujarat, dan Tiongkok.
Saat itu Banten adalah kota pelabuhan besar dengan Pelabuhan Karangantu. Para saudagar dari beragam asal usul itu memilih untuk menetap di Banten.
Kegiatan perniagaan pun menggeliat di Banten. Dari perdagangan niaga, dinamika sosial berkembang. Sebagian pendatang ingin menetap di Banten, salah satunya para saudagar dari Tiongkok.
Advertisement
Soal orang Tionghoa ingin bermukim ini, mereka menghadap Sultan untuk minta izin.
Baca Juga
"Jadi bahasanya begini, Sultan yang mulia, kalau kami harus bolak balik Tiongkok-Banten, ongkos kami terlalu besar. Jadi kami mohon diizinkan agar ditempatkan dan dibangun tempat peribadatan kami," kata Tubagus (Tb) Abbas Wasse, Ketua Pemangku Adat Kesultanan Banten, kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Berawal dari fragmen itu, masyarakat Tionghoa pun hidup damai di Banten. Selain berniaga, mereka juga beribadah sesuai keyakinannya. Hingga kini, jejak itu masih ada. Berlokasi sekitar 1 kilometer dari Masjid Agung Banten Lama, berdiri Wihara Avalokitesvara.
"Waktu Krakatau meletus, wihara itu tidak ambruk," kata Alamsyah, warga setempat, Minggu, 11 Desember 2016.
Dari pengamatan Liputan6.com, wihara itu menjadi salah satu aset cagar budaya yang terawat dan rapi di Serang.Â
Meski berbeda agama, budaya, hingga sosial, Sultan Banten pada waktu itu mampu bersikap bijak dan adil kepada semua golongan. Warga pun betah dan beranak pinak hingga menyebar luas.
"Kalau penyebaran (warga Tionghoa) pusatnya ada di sini, di Tangerang juga ada, makanya ada istilah China Benteng. Makanya tidak aneh orang China banyak di Serang dan Tangerang," jelas Abbas Wase.
Atas kebaikan dan keadaan Sultan Banten yang saat itu di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanudin, putra dari Sunan Gunung Jati, banyak warga Tionghoa yang akhirnya memeluk Islam. Mereka mendirikan Masjid Pecinan Tinggi dan bermukim di dekat masjid tersebut.
Kawasan Pecinan sekitar 500 meter dari Keraton Surosowan. "Banyak orang China waktu itu masuk Islam. Tapi ada juga yang tidak masuk Islam, mereka beribadahnya di wihara," kata Abbas.
Mengutip buku Shung Peng Hsiang Sung, yang diperkirakan ditulis 1430, Banten dilintasi beberapa rute pelayaran yang dibuat oleh Mao'Kun sekitar 1421. Rute pelayaran itu adalah Tanjung Sekong-Gresim-Jaratan; Banten-Banjarmasing; Kreug (Aceh)-Barus-Pariaman-Banten.