Sukses

Pemuka Agama: Jangan Terprovokasi Penikaman Bocah Sabu Raijua

Sejumlah konten di media sosial bernada provokasi terkait penyerangan bocah-bocah SD di Sabu Raijua.

Liputan6.com, Kupang - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengimbau seluruh umat beragama tidak terprovokasi insiden penyerangan terhadap pelajar sekolah dasar di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur.

"Kekerasan tidak diajarkan oleh agama mana pun, apalagi mengatasnamakan agama tertentu. Umat tidak boleh terprovokasi dan menyudutkan agama tertentu," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) MUI NTT Abdul Kadir Makarim di Kupang, Selasa (13/12/2016).

Imbauan itu menanggapi sejumlah konten di media sosial yang memojokkan agama tertentu. Sementara tujuh murid kelas V dan kelas VI SD Negeri Sabu Barat sedang menjalani perawatan instensif di Rumah Sakit Panie, karena mengalami luka pada bagian leher.

Abdul Kadir meminta agar jangan ada yang mengaitkan kasus penyerangan tersebut dengan agama tertentu. MUI juga meminta aparat penegak hukum untuk terus menyampaikan perkembangan penanganan kasus tersebut secara terbuka dan transparan, agar tidak ada saling curiga antarumat beragama di NTT, khususnya Pulau Sabu.

Menurut dia, penanganan kasus ini secara tertutup, justru bisa berakibat buruk. Sebab, masyarakat lebih percaya pada media sosial yang terus menyuarakan kasus kekerasan di Sabu dalam versi sendiri.

"MUI berharap, informasi di media sosial seperti Facebook lebih mengedepankan kebersamaan. Tidak boleh bersifat memprovokasi karena bisa mengganggu hubungan bersaudaraan di antara sesama umat di daerah ini," katanya.

Sebelumnya, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) juga mengeluarkan seruan yang meminta umat lintas agama di Sabu Raijua, saling menjaga, memelihara kerukunan, dan bersama-sama bersuara menuntut keadilan bagi anak-anak yang menjadi korban tindakan kekerasan.

Selain itu, GMIT juga menghimbau tokoh-tokoh agama di daerah itu, saling berkoordinasi untuk memastikan bahwa toleransi dan kerukunan antarumat tetap terjaga dan terawat dengan baik, kata Ketua Sinode GMIT Pdt. Merry Kolimon.

"Mari kita menjaga Pulau Sabu dan NTT sebagai rumah bersama. Kita tolak tegas semua tindakan memprovokasi dengan cara tidak membiarkan diri terprovokasi. Kami imbau tokoh-tokoh agama saling berkoordinasi untuk memastikan kita merawat toleransi dan kerukunan."

2 dari 2 halaman

Penganiaya Tewas di Tahanan

Salah satu penganiaya sejumlah siswa SD Negeri 1 Seba yang sebelumnya diamankan aparat kepolisian setempat tewas dalam sel tahanan Polsek Sabu Barat, Selasa (13/12/16).

Pelaku yang berinisial I seorang laki laki umur 32 tahun diketahui berasal dari Jawa Barat. Menurut saksi mata, dia tewas dihakimi massa.  

“Massa yang datang di Polsek Barat setempat tidak bisa dibendung. Jumlahnya tidak bisa diperkirakan. Ada yang dari depan ada juga yang dari belakang,” jelas sumber yang tak mau disebutkan namanya, Selasa (13/12/2016).

Dia menuturkan, massa yang mengetahui pelaku penganiayaan sejumlah siswa itu berada dalam sel tahanan lalu menyerbu Polsek dan membongkar paksa sel tahanan tembok dan menerobos masuk. Pelaku kemudian dihakimi secara beramai-ramai hingga tewas di tempat.

“Massa yang datang dari berbagai penjuru Sabu Seba ke Mapolsek Sabu Barat, langsung membobol tembok sel tahanan dan kemudian menghakimi pelaku hingga tewas di tempat. Sementara aparat Kepolisian Polsek Sabu Barat tidak bisa berbuat banyak karena kekurangan personel,” jelasnya.

Dia menambahkan, hingga sore ini suasana masih mencekam. Massa masih bertahan di Mapolsek setempat karena massa menduga masih ada sejumlah tersangka lain yang dicurigai berlindung di Mapolsek. Massa juga memblokade seluruh akses keluar Sabu Raijua.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kepolisian Resor Kupang Komisaris Polisi Sriyati membantah mengenai penyerangan warga yang menyebabkan tewasnya pelaku penikaman siswa SD. Menurut Sriyati, tewasnya pelaku di dalam sel karena terkena runtuhan batu saat hendak melarikan diri.

"Pelaku terkena batu saat hendak berusaha membobol dinding sel sehingga tewas di tempat," ujar Sriyati.