Liputan6.com, Pekanbaru - Perambahan hutan di kawasan Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau, kian merajalela. Para penjahat lingkungan itu bahkan menggunakan alat berat untuk membabat hutan alam dan membersihkannya hingga siap ditanami bibit sawit.
Hanya saja para pelaku illegal logging atau pembalakan liar tersebut selalu sulit ditangkap karena selalu main kucing-kucingan dengan petugas. Operasi yang digelar petugas kerap kali tak membuahkan hasil, terutama menangkap orang. Biasanya, petugas hanya menemukan alat berat dan perkakas pembabat hutan alam di lokasi.
Seperti yang ditemukan petugas Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama personel Polda Riau serta Korem 031/Wibama pada Selasa, 20 Desember 2016.
Menurut Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea, kuat dugaan alat berat berupa ekskavator itu digunakan membuka kawasan perkebunan sawit di hutan lindung tersebut.
Baca Juga
"Alat berat ini diamankan tim gabungan di Dusun II Pondok Nogun, Desa Bagan Limau, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan," ucap Eduwar di Pekanbaru, Rabu (21/12/2016).
Dia menjelaskan, kawasan tersebut merupakan bekas areal Hutan Produksi Terbatas (HPT). Lokasi tersebut saat ini sedang dipulihkan fungsi ekosistemnya dan masuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Eduwar menerangkan pula, penangkapan itu berawal dari informasi masyarakat tentang keberadaan alat berat yang sering bolak-balik masuk ke kawasan TNTN. Petugas Polisi Kehutanan Reaksi Cepat atau SPORC Brigade Beruang kemudian mengintai selama beberapa hari.
"Hasilnya anggota kami dapat memetakan letak alat berat tersebut," ia menambahkan.
Setelah mengetahui posisi kerja alat berat itu, maka jajarannya langsung berkoordinasi dengan Korem 031/WB dan Polda Riau. Petugas gabungan bersenjata lengkap ini kemudian berangkat ke lokasi dan menemukan alat berat tersebut.
Hanya saja di lokasi, petugas tidak menemukan orang ataupun operator alat tersebut. Diduga pelaku perambahan mengetahui lokasinya terendus oleh petugas. "Di lokasi petugas hanya menemukan alat berat yang ditinggalkan pemilik maupun operator," Eduwar membeberkan.
Petugas kemudian menghubungi aparat desa setempat. Mereka turut diamankan untuk dimintai keterangan terkait keberadaan ekskavator yang tidak semestinya itu.
"Saat ini barang bukti dan saksi telah diamankan di BPPH KLHK Pekanbaru untuk penyelidikan lebih lanjut. Hasil pemeriksaan sementara, ekskavator itu telah berada di sana sejak 7 Desember silam. Alat itu dimanfaatkan untuk membuka kawasan perkebunan sawit," ujar dia.
Advertisement
Hutan Alam Jadi Kebun Sawit
Selama ini, aksi perambahan kawasan Tesso Nilo untuk dijadikan perkebunan sawit terungkap berdasarkan pantauan dari udara. Yakni, saat Satgas Penanggulangan Karhutla menggelar patroli.
Beberapa bulan lalu, pesawat milik Satgas memotret lahan di Tesso Nilo yang sudah dikapling dan gundul, serta siap ditanami sawit. Di lokasi juga terdapat sejumlah pondok yang diduga dijadikan tempat perambah tinggal.
Hanya saja ketika petugas menggelar operasi darat, pondok-pondok di dalam kawasan hutan lindung itu sudah kosong. Di lokasi hanya ditemukan jeriken dan perkakas penebang hutan yang kemudian dibakar petugas.
Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo adalah rumah bagi 360 flora terbagi dalam 165 marga dan 57 suku, lalu 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia, dan 18 jenis amfibi.
Tercatat pada 19 Juli 2004, kawasan Tesso Nilo dijadikan tanaman nasional dengan areal seluas 38.576 hektare. Namun pada 19 Oktober 2009, taman nasional tersebut diperluas menjadi 83.068 hektare.
Namun banyaknya warga yang menetap di dalam Taman Nasional Tesso Nilo membuat kawasan ini terancam keberlangsungan sebagai taman nasional. Sebagian besar warga yang tinggal di dalam kawasan TNTN mengganti hutan alam menjadi kebun sawit.
Pengelola Balai Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau mengklaim, sekitar 5.000 hektare lahan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan beralih fungsi, serta total lebih dari 53.000 Ha hutan alam di kawasan tersebut sudah dirambah.
Sementara data dari penggiat lingkungan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Riau mencatat, sejak 2004 hingga 2015 terdapat 74 ekor gajah mati di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo.
Advertisement