Sukses

Kritik Para Difabel Atas Trotoar Kota Yogyakarta

Meski sudah nyaman, pedestrian di Kota Yogyakarta ini masih dikeluhkan pengguna. Apa sebabnya?

Liputan6.com, Yogyakarta - Pencanangan pemanfaatan pedestrian atau trotoar Malioboro tahap pertama, Kamis, 22 Desember 2016, menuai kritik dan saran dari penyandang difabel di Yogyakarta yang hadir dalam perhelatan tersebut.

Wiwik (40) pengguna kursi roda mengaku senang dengan pedestrian Malioboro yang baru. Dia leluasa berjalan karena tidak ada lagi motor yang parkir di trotoar.

"Tapi kalau boleh kasih saran ternyata jalan miring yang menghubungkan jalan raya dengan trotoar terlalu curam, jadi kalau naik kursi roda terasa berat," ujar Wiwik.

Berdasarkan pantauan Liputan6.com di lokasi, kemiringan jalan penghubung antara trotoar dan jalan raya berkisar 30-40 derajat.

Dia juga menilai jarak antara satu pembatas jalan dengan yang lainnya terlalu rapat sehingga terasa sempit ketika dia lewat menggunakan kursi roda.

Ajiwan (31), penyandang low vision, mengeluhkan block guiding yang berwarna senada dengan alas trotoar, yakni abu-abu. Sebelumnya, kata dia, berwarna kontras kuning dan itu sangat membantu penyandang low vision seperti dirinya.

"Sebenarnya ini sudah bagus ada akses untuk penyandang difabel cuma masih ada yang belum pas," kata Aji.

Seorang difabel menggunakan trotoar yang baru diresmikan di Kota Yogyakarta. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Rani Sjamsinarsi dalam sambutannya mengaku penataan pedestrian Malioboro merupakan pekerjaan paling berat selama dirinya menjabat. Pasalnya, sosialisasi tidak pernah selesai dan selalu ada permintaan baru, baik yang rasional, maupun yang tidak.

"Kami sadar ada kekurangan, maka kami siap menerima saran," ucap dia.

Menurut Rani, pencanangan pemanfaatan pedestrian Malioboro ini sesuai dengan perkembangan penataan sumbu filosofis. Untuk pembangunannya, nilai kontrak tahap pertama mencapai Rp 23,7 miliar.

Dia menguraikan pada tahap pertama yang dilakukan sepanjang 2016, pihaknya telah membangun pedestrian secara fisik dari depan Hotel Inna Garuda sampai sebelum Pasar Beringharjo yang meliputi, panjang guiding block 910 meter, luas pembangunan 10.750 meter persegi, 32 unit lampu budaya, 94 tempat sampah, bangku dengan sandaran 115 unit, bangku tanpa sandaran 50 unit, vegetasi pohon gayam per 100 meter, air bersih siap minum di dua titik, dan sebagainya.

Gubenur DIY Sultan HB X yang meninjau serta mencanangkan pedestrian baru Malioboro dikerubuti warga Yogya maupun wisatawan domestik. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Rencana berikutnya, pada 2017 penataan pedestrian dari pasar Beringharjo sampai dengan Titik Nol serta sisi barat dari Ngejaman sampai Titik Nol yang dilanjutkan dengan pembangunan toilet underground di depan Bank Indonesia.

Kemudian, pada 2018, dilakukan penataan tahap 3 meliputi pedestrian sisi barat dari seberang hotel Inna Garuda sampai Ngejaman dan pembangunan underpass Senopati sampai Taman Pintar. Sementara di 2019, penataan dilakukan di jalan Pangarukan dan Margomulyo. 

Gubenur DIY Sultan Hamengkubuwono X yang meninjau serta mencanangkan pedestrian baru Malioboro dikerubuti warga Yogyakarta maupun wisatawan domestik. Mereka penasaran dengan sosok Sultan yang selama ini hanya dilihat di televisi.

"Persis seperti yang di TV," kata Rukhiyah, warga Banjarnegara yang sedang melancong ke Yogyakarta.

Dalam pidatonya, Sultan mengungkapkan tidak pernah bermaksud menggusur PKL dan parkir karena penataan pedestrian.

"Banyak orang yang ingin Malioboro lebih rapi tertata supaya masyarakat bisa menikmati Malioboro," kata Sultan.

Dia berharap warga Yogyakarta, pendatang, wisatawan, punya kesempatan menikmati Malioboro bisa tetap mengkritisi Malioboro.