Sukses

Matahari Pagi di Balik Kabut Sutra Yogyakarta

Luar biasa pemandangan matahari pagi berselimut kabut di selatan Yogyakarta.

Liputan6.com, Bantul - Ada banyak cara menyambut pagi di Yogyakarta. Salah satunya pergi ke dataran tinggi yang terletak di selatan Yogya dan menanti kedatangan matahari yang berselimut halimun.
 
Bukit Panguk yang terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul menjanjikan pengalaman itu. Asal cuaca cerah, sunrise pun mudah didapati.
 
Menuju tempat ini juga tidak begitu sulit, karena kendaraan bermotor roda dua bisa sampai ke puncak, sedangkan untuk mobil harus lebih berhati-hati karena jalanan yang curam dan penuh tikungan tajam.
 
Terminal Giwangan Yogyakarta bisa jadi patokan ketika ingin menyambangi matahari yang menyembul dari deretan bukit Gunungkidul ini. Pertama, lurus saja ke arah selatan lewat Jalan Imogiri Timur, sampai di Pasar Imogiri belok kiri dan mengikuti petunjuk menuju Kebun Buah dan hutan pinus Mangunan.
 
Indahnya matahari pagi tersaput kabut di Yogyakarta (Liputan6.com / Switzy Sabandar)
 
Perkiraan waktu yang dibutuhkan dari Terminal Giwangan sampai ke Mangunan sekitar 30 menit dengan menggunakan sepeda motor.
 
Keberadaan Bukit Panguk yang menjadi salah satu objek wisata di Dlingo sebenarnya tergolong baru. Pada pertengahan tahun ini, seusai Lebaran tepatnya, kabut sutra mulai dipromosikan sebagai salah satu destinasi wisata.
 
"Pengembangannya masuk ke program kerja sama kami dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bantul," ujar Purwoharsono, Ketua Koperasi Notowono Mangunan, Senin, 26 Desember 2016.
 
Bukit Panguk sebenarnya hanya salah satu dari tujuh objek wisata yang berada di bawah naungan koperasi itu. Destinasi wisata lain di kawasan Hutan Pinus Mangunan yang dikelola oleh Notowono, adalah Gunung Pengger, Puncak Becici Asri, Lintang Sewu, Pinus Sari, Seribu Batu, dan Gunung Mojo.
 
Indahnya matahari pagi tersaput kabut di Yogyakarta (Liputan6.com / Switzy Sabandar)
 
Mengingat masih baru, tingkat kunjungan wisata ke Bukit Panguk pun belum begitu banyak. "Rata-rata sehari ada 50-100 motor," kata Ipung, sapaan akrabnya.Ia mengaku belum menarik retribusi untuk pengunjung kawasan ini karena nota kesepahaman lewat Perda baru direalisasikan pada 2017. Jadi, wisatawan bisa secara cuma-cuma menikmati pemandangan pagi hari di areal bukit berbatu andesit ini.
 
Pengembangan wisata di kawasan itu juga melirik potensi desa yang akan dijadikan sebagai Desa Wisata Mangunan. Ada enam objek wisata yang diunggulkan, yakni, Kaki Langit, Songgo Langit, Guo Gajah, Kediwung, Kera Ekor Panjang, dan Napak Tilas Sultan Agung. Dari keseluruhan objek di desa wisata, baru Kaki Langit yang masuk kategori berkembang, sedangkan lainnya embrio.
 
Indahnya matahari pagi tersaput kabut di Yogyakarta (Liputan6.com / Switzy Sabandar)
 
Penggolongan desa wisata dibagi tiga, yakni embrio, berkembang, dan mandiri. Syarat menjadi berkembang, meliputi, harus punya SK desa, AD/ART, profil program kerja, dan harus sudah berjalan minimal satu tahun.
 
Meskipun demikian, homestay di Kaki Langit masih. Baru ada 16 homestay dengan total 32 kamar dan sebuah homestay komunal berkapasitas 50 orang.
 
Sebelum 2000, Mangunan masih berupa lahan kritis lalu diubah menjadi kebun buah, objek wisata pertama, oleh pemerintah dan warga.