Sukses

Duh, Peredaran Uang Palsu di Sumsel Makin Marak

Dibandingkan dengan tahun 2015 lalu, peredaran Upal meningkat hingga 60 persen

Liputan6.com, Palembang Peredaran uang palsu (upal) di Sumatera Selatan (Sumsel) dalam dua tahun terakhir ternyata mengalami kenaikan drastis. Dibandingkan dengan tahun 2015 lalu, peredaran upal meningkat hingga 60 persen.

Diungkapkan Hamid Ponco Wibowo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Palembang, uang palsu yang diamankan oleh pihaknya langsung dimusnahkan.

"Upal di tahun 2015 hanya sebanyak 2.048 lembar. Namun di tahun 2016 meningkat sekitar 60 persen atau sebanyak 3.286 lembar yang ditemukan," ujar Hamid kepada Liputan6.com saat menyosialisasikan uang rupiah baru di kantor Bank Indonesia Wilayah VII Palembang, Kamis, 5 Januari 2017.

Kawasan yang rawan pengedaran upal oleh oknum tertentu dibidik di daerah pinggiran provinsi Sumsel, seperti di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin. Dirinya pun mengharapkan dengan adanya uang rupiah baru ini bisa menekan tindakan pemalsuan uang di Sumsel.

Sebelumnya, upal ditemukan di Kabupaten Muba diawal tahun 2017 sebanyak Rp 22,47 juta. Diduga, upal ini diedarkan karena mendekati masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Muba. Namun, Hamid membantah peredaran upal hanya saat Pilkada.

"Dari hasil pengamatan kita, peredaran upal di Sumsel tidak ada kaitannya dengan Pilkada. Namun (Pilkada) memang sering dimanfaatkan oknum tertentu sebagai peluang," kata dia.

Untuk peredaran uang rupiah baru, di tahap pertama pihaknya sudah mendapat alokasi sebanyak Rp 100 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 30 miliar sudah disalurkan ke bank-bank di bawah wilayahnya.

Sementara itu, Kabag Ops Polres Muba, Kompol Janton Silaban mengatakan, penangkapan dua oknum peredaran upal disertai dengan ratusan lembar Upal yang siap edar.

"Upal sebesar Rp 22,45 juta diamankan dari tangan Ilham (40) dan Samsidar (41). Ada 124 lembar pecahan Rp 50 ribu dan 107 lembar Rp 100 ribu upal. Kedua tersangka bisa dijerat dengan Pasal 36 Ayat 2 dan 4 dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar," ujar Janton.