Liputan6.com, Pekanbaru - Minimnya curah hujan di sebagian wilayah Riau memicu kekeringan. Seiring kondisi itu, mulai muncul sejumlah titik panas atau hotspot sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran ini mulai terpantau sejak Minggu, 8 Januari 2017 dan masih berlanjut hingga Selasa 10 Januari 2017 dengan jumlah yang bertambah.
Bahkan kebakaran lahan di kawasan lindung Hutan Bukit Batahuh di Kabupaten Kuantan Singingi dikabarkan sudah melumat 100 hektare (ha) lebih lahan. Pihak terkait bersama TNI dan Polri sudah terjun ke lokasi untuk menjinakkan api.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kuansing Abriman, beberapa titik api yang mudah terjangkau sudah dipadamkan. Hanya saja pihaknya mengaku ada medan sulit, sehingga titik api belum tersentuh.
"Kita tak bisa mencapai lokasi kebakaran (sulit) lainnya," ujar Abriman, Selasa (10/1/2017).
Dia menyebut kebakaran telah menghanguskan lahan seluas 100 hektar dengan lokasi yang terpisah-pisah. Sebanyak 10 ha terbakar di satu titik dan 10 ha lainnya di tempat lain.
Baca Juga
Sementara itu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Sugarin, menyebut pada Selasa petang, titik panas di Riau meningkat menjadi sembilan titik.
"Secara keseluruhan, Pulau Sumatera terpantau 15 titik. Paling banyak di Riau sembilan titik, Sumatera Utara tiga titik, dan Sumatera Barat tiga titik," kata Sugarin, Selasa petang.
Sugarin menyebut, titik panas di Riau tersebar di Kabupaten Rokan Hilir tiga titik, Rokan Hulu tiga titik, Siak dua titik dan Kabupaten Kepulauan Meranti satu titik. Adapun titik yang level confidence-nya di atas 70 persen ada empat titik, masing-masing di Rokan Hulu satu titik, Rokan Hilir dua titik, dan Siak satu titik.
Dia menyebut, bulan depan Riau sudah mulai masuk musim kemarau. Dia meminta semua pihak waspada, terutama daerah yang berpotensi rawan kebakaran.
"Dengan terpantaunya titik-titik panas pada awal 2017 ini diharapkan menjadi early warning atau peringatan dini," kata Sugarin.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Riau memperingatkan masyarakat supaya tidak memanfaatkan kurangnya curah hujan ini membuka lahan dengan cara membakar.
"Masyarakat maupun korporasi agar tidak melakukan pembakaran lahan karena ancaman hukumannya cukup berat maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar," kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo SIK.
Mantan Kapolres Pelalawan itu menjelaskan, terpantaunya titik panas merupakan indikasi awal Karhutla yang harus diwaspadai.
Oleh karena itu, Guntur mengimbau masyarakat agar dapat bersama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kemudian, ia juga mengimbau agar masyarakat yang melihat adanya lahan yang terbakar dapat segera menginformasikan ke kepolisian terdekat.
"Ini adalah upaya kita bersama agar Karhutla tidak terjadi lagi di Riau," ucap dia.
Advertisement
Basarnas Siapkan Helikotpter
Basarnas Siapkan Helikotpter
Gubernur Sumatera Utara, Erry Nuradi melakukan penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama operasional helikopter SAR Provinsi Sumut dengan Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya FHB Sulistiyo di Pangkalan Udara Lanud Suwondo, Medan. Helikopter SAR ini ditempatkan di Medan sebagai bagian dari perlengkapan penanggulangan dan penanganan bencana.
Dalam sambutannya Gubsu mengatakan bahwa berdasar geografis, geologis, demografis dan klimatologis Provinsi Sumut masuk dalam kategori rawan bencana. Baik disebabkan faktor alam, non alam, dan perbuatan manusia.
Hal tersebut juga diperkuat dengan indeks resiko bencana Tahun 2015 bahwa dari 33 Kabupaten Kota di Sumut masuk dalam kategori tinggi sehingga memerlukan investigasi, kesiapan, kesiagaan dalam menghadapinya. Termasuk melakukan tindakan cepat, tepat, terkoordinir dan terpadu sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana bisa efektif dan efisien untuk mengurangi resiko kematian dan kerugian harta benda. Oleh karenanya dibutuhkan keterlibatan lembaga maupun badan dan berbagai pihak melalui koordinasi dan terintergrasi secara baik.
"Hari ini kita melihat satu unit heli yang cukup canggih dan menjadi kebanggaan kita bersama. Tentunya keberadaan heli ini memberikan dukungan kapasitas baik sarana dan prasarana maupun kompetendi sumber daya manusia dalam kesiapsiagaan, pencarian dan pertolongan korban bencana," kata Erry, Selasa (10/1/2017).
Dikatakan dia, beberapa potensi bencana alam yang terjadi di wilayah Sumut di antaranya gempa bumi, gunung api, tsunami, banjir, tanah lonsor, kebakaran hutan dan lahan, serta bencana sosial lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dilakukan untuk menurunkan indeks dari resiko bencana tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov Sumut adalah dengan menyurati ke Kabupaten Kota agar meningkatkan kewaspadaan bencana banjir dan tanah lonsor sejak bulan November 2016 hingga Februari 2017 karena kondisi iklim yang ekstrim.
Dijelaskan Erry, penempatan helikopter SAR di Medan tidak lepas dari permohonan pihaknya kepada SAR Nasional melihat kondisi Sumut dan beberapa Provinsi sekitarnya yang rawan bencana.
"Alhamdulillah permohonan kita itu disetujui. Kita patut berterima kasih kepada Kepala SAR Nasional dan Basarnas. Kita berharap Heli Basarnas ini bekerja khususnya program kemanusian dan kegiatan lain. Mudah-mudahan ini akan bermanfaat," ujar Erry.
Kepala SAR Nasional Marsekal Madya FHB Sulistiyo mengatakan pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik untuk bisa hadir dengan cepat ke daerah bencana sesuai dengan standar SAR internasional . Salah satunya dengan menempatkan Helikopter SAR di Kota Medan. Keberadaan Heli ini lanjut Sulistiyo kawasan bencana di Sumatera bagian utara dan tengah yakni Aceh, Sumut, Padang, Pekan Baru, dan Jambi.
"Dengan wilayah ada l setidaknya dibutuhkan 15 Heli untuk mendukung kinerjanya. Saat ini yang baru ada 5 unit dan secara bertahap akan ditambah sesuai dengan kemampuan anggaran. Setidaknya dengan penempatan Heli di Medan akan dapat mencover wilayah yang tadi saya sebutkan," kata Sulistiyo.
Dalam kesempatan tersebut Sulistiyo berharap pemanfaatan heli nantinya bisa digunakan secara baik sehingga bisa dirasakan masyarakat terhadap jaminan pelayanan keselamatan masyarakat.
"Manajemen Operasional Heli juga harus ditata secara baik oleh Basarnas, TNI AU, dan Pemda," ungkap dia.
Dia menjelaskan, selama ini ada hal yang dilakukan Basarnas dan komponen gabungan, yakni menjadi bagian dengan Komunitas SAR Internasional. Oleh karenanya Basarnas tidak lepas dari negara-negara sahabat karena menjadi bagian dan diatur dengan organisasi Internasional.
"Kita bersama Basarnas dan komponen gabungan gencar membangun untuk mendapatkan pengakuan bahwa kita patut diperhitungkan. Dalam tugas kemanusian kita sudah diakui oleh tujuh negara besar," ujar dia.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut, Riadil Akhir Lubis menjelaksan nota kesepahaman melingkupi penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan melalui kerjasama operasional helikopter SAR di Sumut.
"Keberadaan helikopter ini nantinya akan memberi pemguatan dukungan kapasitas baik sarana prasarana maupun kompetensi SDM dalam kesiap siagaan dan dalam pencarian serta pertolongan," kata dia.
Adapun helikopter ini berjenis Agusta Westland AW139 produksi Italia tahun 2015 yang baru terbang 200 jam. Helikopter ini punya kapasitas 13 orang dan kemampuan membawa muatan 2.778 kg untuk menunjang evakuasi korban.
Advertisement