Liputan6.com, Jakarta Ritual Tari Sang Hyang Dedari di Provinsi Bali sudah dinyatakan sebagai Warisan Dunia Tak Benda oleh Organisasi Kebudayaan, Pendidikan, dan Ilmu Pengetahuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Namun ancaman kepunahan membayangi tarian sakral ini.
Padahal tarian Syang Hyang Dedari menjadi sarana menjaga harmoni manusia dan alam. Peneliti Tari Sang Hyang Dedari, Saras Dewi, pengajar Filsafat Lingkungan Hidup Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa tari ini menunjukkan kelekatan kehidupan ritual masyarakat Bali dengan tradisi pertaniannya.
"Di tengah fenomena alih fungsi sawah yang kian hebat demi pembangunan infrastruktur pariwisata, Tari Sang Hyang Dedari dapat menjadi strategi mempertahankan lahan pertanian yang ramah lingkungan di Bali," kata Saras dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis (12/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Saras, Tari Sang Hyang Dedari juga dapat jadi pertimbangan bagi pemerintah untuk memperhatikan aspek sosial-budaya, dan lingkungan dalam upaya menumbuhkan produktivitas sawah.
"Metode pertanian tradisional yang ekologis atau ramah lingkungan mesti jadi perhatian, bagaimana ritual dan sawah berperan saling menjaga satu sama lain," Saras memaparkan.
"Ini tentu fenomena cukup asing, bahkan langka, tetapi masyarakat Geriana Kauh mampu membuktikan, Sang Hyang Dedari justru menyelamatkan sawah dan menjaga lingkungan hidup lebih dari satu dasawarsa terakhir."
Terancam Punah
Ancaman kepunahan Ritual Tari Sang Hyang Dedari di Provinsi Bali menjadi perhatian dari Universitas Indonesia (UI). Guna mencegah ritual tersebut punah, program pengabdian UI bertajuk Strategi Budaya Desa Ekologis di Desa Adat (Banjar) Geriana Kauh Desa Duda Utara, Kecamatan Karangasem, Provinsi Bali digelar sejak Agustus 2016.
Program di Banjar Geriana Kauh ini dilakukan mengingat warga setempat merupakan komunitas terakhir di Bali yang masih rutin menjalankan ritual Tari Sang Hyang Dedari.
Tidak hanya itu, pelestarian ritual Tari Sang Hyang Dedari juga terhubung dengan tradisi pertanian tradisional yang sesuai dengan tata cara Subak serta penyelamatan salah satu varietas padi yang tengah langka di Bali.
Program pengabdian masyarakat ini melakukan dua tujuan, yaitu pembuatan museum mini Sang Hyang Dedari sebagai sumber dokumentasi dan inventarisasi data fisik ritual tari tersebut. Program ini juga melakukan pembuatan laman (website) untuk menjadi pangkalan data digital ritual Tari Sang Hyang Dedari.
Dusun Br. Geriana Kauh, dihuni sekitar 177 kepala keluarga (KK), yang seluruhnya berprofesi sebagai petani, memilih menjalani kembali ritual guna memulihkan sawah dan relasi antarmasyarakat yang sempat "rusak" lebih dari 10 tahun lalu.
Pada saat ini Desa Adat tengah bekerja sama dengan UNI untuk membuat pusat dokumentasi Sang Hyang Dedari. Upaya ini dilakukan guna mengumpulkan informasi yang selama ini terpencar mengenai tradisi Sang Hyang Dedari begitu pula mengenai warisan agrikultura di Bali.
Banjar Geriana Kauh menjadi satu-satunya desa yang secara konsisten menyelenggarakan ritual Sang Hyang Dedari dan menjaga kehidupan pertaniannya.