Sukses

Sosok di Balik Telepon Ancaman Bom Palsu di Sabtu Pekan Lalu

Si penelepon ancaman bom mengontak pihak gereja di Kota Batu, Malang, setelah menonton tayangan berita di televisi.

Liputan6.com, Malang - Petugas di Mapolres Kota Batu, Jawa Timur, dibuat kelabakan akhir pekan lalu lantaran telepon ancaman bom ke salah satu gereja di kota tersebut. Petugas akhirnya menangkap penelepon gelap yang bernama Hon Jang alias John Slamet, warga Tambaksari, Kota Surabaya.

Saat pemeriksaan, motif pelaku berusia 46 tahun itu ingin membantu tugas kepolisian agar lebih siaga terhadap ancaman bom. Ia menelepon ke Polres Batu dan mengabarkan ada bom setelah pagi harinya menonton tayangan berita televisi tentang ancaman bom.

Meski digelandang ke Mapolres Kota Batu, besar kemungkinan kepolisian tak menjerat pelaku secara hukum. Kapolres Batu AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan, kepolisian menyimpulkan pelaku tak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Ada tanda syaraf pelaku di bawah normal. Untuk masalah hukum, akan kami koordinasikan dengan kejaksaan, pengadilan dan rumah sakit," kata Simarmata di Kota Batu, Senin (23/1/2017).

Kejadian bermula pada Sabtu, 14 Januari 2017, pada pukul 12.50 WIB. Seorang petugas seksi TI Polres Batu menerima telepon dari seorang tak dikenal.

Di ujung telepon, orang tersebut menyampaikan akan ada bom meledak di sebuah gereja di Kota Batu. Pelaku segera menutup telepon setelah menyampaikan informasi itu.

Kepolisian pun segera menyisir seluruh gereja di Kota Batu untuk memastikan informasi itu, sembari melacak penelpon gelap tersebut. Setelah memastikan seluruh gereja di Kota Batu aman dari ancaman bom, giliran polisi memburu pelaku telepon teror bom itu.

Kepolisian bisa menangkap penelepon gelap itu pada Senin, 16 Januari 2017, pukul 19.30 WIB di rumahnya. "Pelaku punya toko sepeda di rumahnya. Saat digeledah, juga ditemukan telepon dan nomor yang dipakai untuk mengancam bom," ucap Simarmata.

Saat pemeriksaan, petugas mendapat informasi jika pelaku pernah masuk klinik bimbingan Balai Psiko Diagnostic dan Terapi Yayasan Bakti Luhur Malang selama 20 tahun.

Ia mengalami skizofrenia atau keterpecahan jiwa. Petugas memutuskan membawa pelaku ke psiakter RS Bhayangkara Polda Jawa Timur.

"Hasil pemeriksaan psiakiater menyebutkan bahwa kapasitas intelejensi pelaku tergolong retardasi mental atau keterbelakangan mental. IQ pelaku dibawah 35 – 49," papar Simarmata.

Hasil pemeriksaan medis itulah kepolisian menyimpulkan pelaku tak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepolisian juga memastikan bahwa ini bukan pelaku telepon teror bom di Gereja Gembala Baik Hati Kota Batu pada 14 November 2016 lalu.

"Untuk pelaku telepon teror bom terdahulu masih dalam penyelidikan," kata Simarmata.