Liputan6.com, Yogyakarta - Dua mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII), Syaits Asyam dan Muhammad Fadli, tewas usai mengikuti acara pendidikan dasar atau The Great Camping (GC) yang digelar Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UII di Gunung Lawu Lereng Selatan, Tawangmangu, Jawa Tengah, pada 13-20 Januari 2017.
Sebelum meninggal, Asyam sempat menyampaikan petunjuk penting yang membuka tabir kematiannya. Berdasarkan pengakuan korban serta hasil autopsi, keluarga Syaits Asyam bakal menempuh jalur hukum atas kematian anak semata wayang yang janggal. Â
Ibunda Asyam, Sri Handayani, mengaku pihak keluarga sudah melaporkan kasus ini ke Polres Karanganyar, Jawa Tengah. Laporan disampaikan tidak lama usai kematian korban. Hal itu juga dibarengi langkah keluarga meminta autopsi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dengan ditemani suaminya, Abdullah Arbi.
"Ya (hasil autopsi) ada luka di paru-paru. Itu yang membuat dia sesak napas," ujar Sri di kediamannya di Dusun Jetis, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Senin, 23 Januari 2017.
Sebelumnya, Asyam juga sempat menyebutkan nama yang diduga menjadi pelaku kekerasan saat masih dirawat di RS Bethesda Yogyakarta. Namun, ia menyerahkan semua pengakuan Asyam ke pihak polisi. Sri mengatakan saat di RS Bethesda anaknya sudah dalam kondisi luka, yaitu di tangan dan punggung.
"Asyam mengatakan disabet pakai rotan 10 kali. (Keluarga) telah ditanya juga dari kepolisian," kata dia.
Baca Juga
Sri juga memperoleh informasi dari rekan Asyam tentang kegiatan yang membuat anaknya meninggal. Saat itu, tidak hanya anaknya yang menjadi korban, tapi juga sejumlah anggota Diksar lain yang terluka dalam kegiatan Diksar itu. Namun, anaknya mengalami luka lebih parah hingga akhirnya meninggal.
"Asyam itu mau mengundurkan diri (di tengah kegiatan), tapi dilarang. Asyam lukanya lebih parah dari teman lainnya bukan karena melawan, tapi karena mengundurkan diri," tutur Sri.
Sri menambahkan anaknya sempat bercerita kondisi anaknya jika tiga hari pertama acara Diksar baik. Setelah itu, penganiayaan terjadi dan membuatnya luka. Â
"(Asyam) tidak punya riwayat penyakit khusus," kata dia.
Sri menegaskan anaknya memiliki mobilitas yang tinggi. Kegiatan Diksa itu adalah yang perdana diikutinya setelah memutuskan bergabung dalam Mapala.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UII Abdul Jalil mengatakan pihak kampus tidak mempermasalahkan jika keluarga menempuh jalur hukum. Pihak kampus juga sedang melakukan proses investigasi melalui tim yang dibentuk.
"Proses eksternal (kampus) tidak mempengaruhi proses internal. Keputusan eksternal bisa saja menjadi pertimbangan putusan internal," ucap Abdul.
Abdul menjelaskan pihak penyelenggara sempat menanyakan kondisi Asyam. Ia memperoleh informasi jika mahasiswanya itu kuat menjalani kegiatan Diksar hingga akhir. "Kalau itu wewenang kedokteran forensik (luka-luka)," ujar dia.