Liputan6.com, Tegal - Merebaknya berita di media cetak/elektronik dan media sosial tentang kasus wabah antraks yang terjadi di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY, membuat jajaran Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Tegal menggelar apel kewaspadaan.
"Berdasarkan kabar dari teman-teman kepala Dinas Peternakan yang tergabung di grup WhatsApp, di Kabupaten Kulon Progo sudah ada 16 orang yang diduga terkena penyakit antraks. Jadi, kami harus segera mengantisipasinya. Jangan sampai terjadi di wilayah Kabupaten Tegal," ucap Kepala Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Tegal Toto Subandriyo, Selasa, 24 Januari 2017.
Guna mengantisipasi persebaran antraks, Tim Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) DKPP Kabupaten Tegal melakukan monitoring dan evaluasi ke sejumlah lokasi peternakan milik peternak, termasuk di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Desa Penusupan, Kecamatan Pangkah.
"Untuk mencegah wabah penyakit antraks, kami menginstruksikan agar dilakukan pengawasan secara ketat move in dan move out hewan ternak dari atau ke Kabupaten Tegal. Kami instruksikan, untuk sementara lalu lintas ternak dari wilayah DIY dihentikan dulu dan pengawasan asal ternak diperketat dengan pemeriksaan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)," dia menambahakan.
Menurut dia, merebaknya kabar antraks menjadi momentum untuk membina para jagal dan penjual daging sapi yang selama ini masih memotong di luar RPH. Pasalnya, pemotongan di luar RPH sangat menyulitkan pengawasan mutu dan keamanan daging yang beredar di masyarakat.
"Sudah berulang kali kami mengirim surat kepada mereka, tapi masih banyak yang bandel. Dalam waktu dekat kami akan kembali melayangkan surat peringatan. Kalau masih bandel ya akan kami serahkan ke Satpol PP dan kepolisian," ucap dia.
Baca Juga
Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap waspada akan potensi penyakit antraks. "Alhamdulillah, sampai hari ini kami belum mendapat laporan hewan ternak yang terjangkit antraks," kata Toto.
Ia menyebut, selama monitoring di lapangan, juga tidak menemukan hewan yang diduga terkena antraks. Namun, ia meminta petugas waspada dan warga melapor bila ada indikasi antraks di wilayah itu.
Ciri-Ciri Terjangkit Antraks
Ia menjelaskan beberapa gejala klinis hewan terjangkit penyakit anthraks yang perlu diketahui. Misalnya, hewan tiba-tiba lemah mendadak, demam, sesak nafas, dan kejang-kejang.
"Ciri khas lainnya adalah darah segar keluar dari lubang-lubang tubuh seperti mulut dan telinga. Kematian bisa terjadi selama beberapa menit sampai beberapa hari," kata Toto.
Penyakit antraks, ucap dia, hanya ditularkan dari hewan ke manusia, tidak menular dari manusia ke manusia. Namun, ia mengingatkan warga untuk langsung menghubungi layanan kesehatan terdekat apabila mengalami luka di kulit setelah kontak dengan hewan yang sakit.
"Jangan memotong dan mengonsumsi daging hewan yang sakit. Belilah daging di warung/tempat yang terjamin. Jangan membeli/mengonsumsi daging hewan mamalia yang berwarna gelap dan berlendir. Gunakan sarung tangan plastik/karet dan masker mengolah daging. Dan masaklah daging dengan sempurna hingga matang dengan suhu di atas 100 derajat Celsius selama 5–10 menit," tutur Toto.
Untuk mengatasi penyebaran antraks, Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mendatangi beberapa tempat peternakan sapi untuk mengecek langsung kondisi hewan ternak.
Pemeriksaan dilakukan kepada hewan sejak dini dilakukan dengan menggunakan alat stetoskop. Petugas mengecek mulut, hidung, mata, telinga serta anus. Â
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Kabupaten Brebes drh Jhony Murahman menerangkan, ciri-ciri hewan yang terkena virus antraks di antaranya hidung kering, badan panas, dan pergerakan usus meningkat. Selain itu, juga bagian hewan yang berlubang akan mengeluarkan darah.
"Virus antraks ini merupakan penyakit hewan berbahaya yang bisa menular ke manusia melalui beberapa cara, seperti penularan virus akibat kontak langsung atau memakan daging hewan yang proses pemasakannya kurang benar dan melalui udara," dia menjelaskan.
Advertisement
Sultan Masih Bungkam
Hingga kini, kata Jhony, pihaknya belum menemukan hewan yang terindikasi terserang virus antraks. "Sampai saat ini belum ada hewan terindikasi terkena virus antraks. Namun kami tetap waspada dan mengimbau kepada pemilik ternak agar memperhatikan kondisi ternak mereka masing-masing," dia menandaskan.
Di tempat lain, rapat hasil laboratorium beberapa kasus antraks di Kulonprogo dan Sleman digelar di Dinas Kesehatan DIY, Selasa, 24 Januari 2017. Pertemuan yang dihadiri Dinas Kesehatan DIY, Sleman, Kulonprogo, perwakilan Fakultas Kedokteran UGM, serta tim Respons Cepat Waspada Antraks Fakultas Kedokteran UGM berlangsung tertutup selama empat jam, mulai pukul 11.00 sampai 15.00 WIB.
Setelah pertemuan berakhir, tidak seorang peserta rapat pun bersedia memberikan keterangan, terutama soal hasil laboratorium. Bahkan, Riris Andono Ahmad, Ketua Tim Respons Cepat Waspada Antraks Fakultas Kedokteran UGM, memilih cepat berlalu dari ruang rapat.
"Habis ini ada ketemuan dengan orang. Bukan wewenang saya juga untuk menyampaikan hasilnya," kata Riris.
Sikap Riris itu berbeda ketika ia menjadi pemateri dalam jumpa pers soal penanganan antraks di UGM akhir pekan lalu.
Terpisah, Kepala Bidang Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho mengatakan ia sempat mengikuti rapat, tapi tidak sampai selesai.
"Tadi membahas soal kasus di Kulonprogo dan dibuat kesimpulan," tutur dia.
Menurut dia, kesimpulan itu akan diberikan kepada Gubenur DIY Sultan HB X. "Nanti biar Sultan yang menentukan status (antraks)Â di DIY," ucap Trisno.