Liputan6.com, Pasuruan - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Pasuruan, Jawa Timur berkolaborasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, menggelar program kegiatan penyuluhan dan pemanfaatan lahan pertanian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Salah satu materi yang disampaikan adalah soal cabai.
Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Pasuruan, Mukhlis, menuturkan tanaman cabai itu dibagi menjadi dua jenis, yaitu cabai kecil dan cabai besar.
"Cabai kecil biasanya rasanya pedas, sedangkan cabai besar rasanya kurang pedas, tetapi banyak dari masyarakat kita yang menjadikan cabai besar sebagai lombok," tutur Mukhlis kepada Liputan6.com usai memberikan materi kepada WBP di Lapas Pasuruan, Rabu, 25 Januari 2017.
Advertisement
Baca Juga
Mukhlis mengatakan, pada dasarnya cabai memiliki satu warna yaitu hijau. Lalu, bagaimana warna hijau itu bisa berubah menjadi merah?
"Warna merah tersebut, secara ilmiah berasal dari zat pektin yang bisa mengatur warna dari hijau ke merah. Merahnya cabai itu tidak bisa kita lihat. Petani saja bingung karena tadi saja masih berwarna hijau tetapi sekarang berubah menjadi merah," kata Mukhlis.
Dia menjelaskan, melalui zat pektin itu juga buah cabai yang sudah tua akan mengalami perubahan warna dari hijau ke merah. Perubahan warna tersebut juga dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari.
"Kalau penyinarannya bagus maka bisa satu atau dua hari bisa berubah menjadi merah. Karena sinar matahari bisa membuah buah cabai mengalami penguapan, dan proses penguapan itu berperan sangat baik sekali untuk perubahan warna buah cabai," ucap Mukhlis.
Mendadak jadi Petani Cabai
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Pasuruan berkolaborasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, mengadakan program kegiatan penyuluhan dan pemanfaatan lahan pertanian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
"Kegiatan ini adalah sebagai wujud dari pembinaan kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Pasuruan. Dengan adanya penyuluhan ini maka diharapkan akan ada olah tanah dilingkungan Lapas Pasuruan," tutur Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kota Pasuruan Sri Sulastri kepada Liputan6.com, Rabu, 25 Januari 2017.
Kalapas mengatakan bahwa di dalam lapas ada sebidang tanah yang khusus untuk pertanian. Tanah tersebut juga sudah pernah ditanami, tetapi karena tidak mempunyai ilmu bercocok tanam, hasilnya kurang maksimal.
"Dengan adanya ilmu tersebut, nantinya bisa menjadi bekal warga binaan ketika mereka kembali di tengah-tengah masyarakat," ucap Kalapas.
Saat ditanya mengenai hasil panen dari tanaman ini, Kalapas menjawab bahwa hasil dari tanaman ini nantinya akan dipasarkan kepada masyarakat.
"Sedangkan hasil panen yang tidak bisa diresapi oleh masyarakat maka akan dibuat bahan makanan yang bisa dikonsumsi masyarakat. Seperti tomat akan dijadikan sebagai dodol tomat," ujar Kalapas.
Sementara itu, Seketaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Pasuruan, Arif Setiabudi menambahkan, kegiatan ini tidak akan berhenti sampai di sini, tetapi akan tetap berlanjut sampai dengan paskah panen.
"Sejumlah jenis bibit yang siap ditanamkan adalah jenis bibit jeruk nipis, pisang, pepaya, lombok, terong, tomat," kata Arif.
Dari pantauan Liputan6.com di lapangan, pembukaan kegiatan tersebut diikuti oleh 100 peserta dari warga binaan pemasyarakatan lapas Pasuruan, dan dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Setelah selesai pembukaan kegiatan tersebut, peserta dibagi menjadi empat kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 25 peserta.
Masing-masing kelompok mendapatkan materi bercocok tanam, diantaranya mengenai madia tanam seperti lahan tanam, sawah dan pekarangan, serta Polybag yang dijadikan sebagai sarana pengganti jika tidak memiliki sawah atau pekarangan.
Setelah mendapatkan materi tersebut, ke-100 peserta itu langsung praktik di pekarangan yang berada di dalam lapas Pasuruan. Mereka nampak antusias melakukan praktik bercocok tanam, seperti mencangkul, menanam bibit dan menabur benih cabai.
Salah satu warga binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Pasuruan, Mistariadi (47) nampak bersemangat mencangkul hingga tidak tergantikan oleh peserta lainnya. Terlihat banyak keringat yang keluar dan membasahi wajah pria berkumis tebal ini.
"Saya semangat karena kalau sudah keluar dari sini bisa punya pekerjaan. Saya berniat untuk bercocok tanam, karena saya kepingin jadi petani di rumah," ujar Mistariadi.
Advertisement
Tanam Cabai di Sore Hari
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Pasuruan berkolaborasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, mengadakan program kegiatan penyuluhan dan pemanfaatan lahan pertanian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Kegiatan tersebut diikuti oleh 100 peserta dari WBP Lapas Pasuruan, dan dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Peserta dibagi menjadi empat kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 25 peserta.
Masing-masing kelompok mendapatkan materi bercocok tanam, diantaranya mengenai media tanam seperti lahan tanam, sawah dan pekarangan, serta polybag yang dijadikan sebagai sarana pengganti jika tidak memiliki sawah atau pekarangan. Selain itu, peserta juga mendapatkan materi bercocok tanam yang baik, khususnya menanam cabai.
"Saya menganjurkan jika ingin menanam cabai, sebaiknya dilakukan pada sore hari," tutur salah satu pemateri kegiatan tersebut, Mukhlis, Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Pasuruan, Rabu, 25 Januari 2017.
Saat ditanya apakah tips itu hanya berlaku untuk menanam cabai, Mukhlis menjawab itu berlaku bagi semua jenis tanaman. Menurut dia, setiap menanam apapun itu lebih baik dilakukan di sore hari. Alasannya, pada sore hari proses untuk fotosintesis berkurang, karena tidak ada sinar matahari.
"Pada sore hari, yang ada hanyalah embun. Embun itu untuk memperkuat tanaman supaya tidak layu," kata Mukhlis.
Mukhlis menegaskan, setelah terkena embun semalaman, tanaman tersebut akan menjadi kuat pada saat terkena sinar matahari. "Tanaman itu sudah kuat perakarannya, sehingga pertumbuhannya hampir 90 persen bisa hidup," ujar Mukhlis.