Sukses

Diagnosis Awal Tim Dokter atas Kondisi Sulami Manusia Kayu

Ada harapan bagi Sulami, manusia kayu asal Sragen.

Liputan6.com, Solo - Sulami, manusia kayu asal Sragen sudah ditangani tim dokter semenjak dirawat di Rumah Sakit Moewardi Solo. Diagnosis awal, Sulami menderita ankylosis spondylitis. Untuk target awal, Sulami diharapkan bisa duduk dan menekuk kakinya.

Sulami, warga Dusun Selorejo, Mojokerto, Kedawung, Sragen, dirujuk ke Rumah Sakit Moewardi, Solo, pada Rabu siang, 25 Januari 2017. Mulai hari itu, ia dirawat tim dokter yang diketuai Arif Nurudin, seorang dokter spesialis penyakit dalam.

Arif menjelaskan diagnosis awal tim dokter, Sulami mengidap ankylosis spondylitis yang bercampur dengan penyakit penyerta lainnya, seperti skiloderma. Menurut dia, ankylosis spondylitis itu menyebabkan kekakuan menyeluruh dari tulang belakang hingga sendi-sendi ke bawah.

"Ankylosis spondylitis ini terjadi karena ada gangguan pada tulang ikatnya, sehingga seperti bambu, kaku. Maka, kelainan ini sering disebut juga dengan istilah bamboo spine," kata dia, Kamis, 26 Januari 2017.

Dokter juga mengatakan Sulami mengalami pengerasan pada bagian kulit. Tim khusus dokter RSUD Dr Moewardi menargetkan setidaknya Sulami dapat menekuk kaki serta duduk. Untuk upaya ini, dokter rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan berkoordinasi dengan dokter-dokter Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. Soeharso.

"Untuk target awalnya, pasien bisa menggerakan tulang panggulnya dan bisa duduk serta menekuk lututnya. Jadi nanti ke depannya, pasien tidak terlalu menggantungkan pada orang lain jika ingin beraktivitas," kata dia.

Ia juga menyatakan penyakit yang diderita Sulami memang langka. Namun, bukan berarti tidak mungkin bisa sembuh karena beberapa kali pernah menangani kasus seperti ini. Meski begitu, pengobatan pasien manusia kayu itu tidak mudah.

"Obat yang digunakan  untuk mengurangi progresivitas penyakit adalah biologic agent. Setidaknya untuk penanganan awal butuh satu hingga enam kali pengobatan dalam kurun waktu dua minggu. Obatnya memang cukup mahal. Sekali tindakan kurang lebih bisa memerlukan biaya Rp 6 juta hingga Rp 8 juta," ujar Arif.