Sukses

Susul Rektor, Wakil Rektor III UII Ajukan Pengunduran Diri

Penolakan atas pengunduran diri Rektor UII Harsoyo meluas.

Liputan6.com, Yogyakarta - Setelah Rektor UII Harsoyo mengundurkan diri di hadapan Menristekdikti pada Kamis siang, 26 Januari 2017, civitas akademika UII kembali dikejutkan pengunduran diri Wakil Rektor III UII Abdul Jamil.

Pernyataan resmi pengunduran diri WR 3 ini dinyatakan saat pertemuan forum konsolidasi mahasiswa di kampus Pascasarjana Hukum UII pada malam harinya.

Abdul mengakui kabar tersebut. Ia menyatakan secara sadar meletakkan jabatannya setelah beberapa jam pimpinannya juga menyatakan hal serupa. 

"Ya, benar (mengundurkan diri, red)," ujar dia saat dihubungi Kamis malam, 26 Januari 2017.

Abdul Jamil mengaku harus mengambil keputusan tersebut karena ikut bertanggung jawab atas meninggalnya tiga mahasiswa peserta Diksar Mapala UII. Meski secara struktural Mapala Unisi tidak berada di bawahnya, jabatannnya sebagai wakil rektor menaungi urusan kemahasiswaan. 

"Saya bertanggung jawab atas kegiatan mahasiswa, meskipun itu dalam struktur Mapala Unisi tidak ada dalam komando saya," kata dia.

Menurut dia, pernyataan mundur dirinya sudah dinyatakan sebelum acara forum konsolidasi mahasiswa. Sebelum acara itu, keputusan mundur dirinya dilakukan saat di forum universitas. 

"Sebenarnya pernyataan mundur bukan di forum itu, tetapi di forum pimpinan universitas setelah mendengarkan Rektor UII mundur. Di forum, anak-anak tadi itu menjawab pertanyaan anak-anak, apakah saya juga mundur, saya jawab ya," ujar dia. 

 

2 dari 2 halaman

Save Rektor UII

Tidak semua pihak menerima keputusan pengunduran diri Rektor UII. Di laman change.org, muncul petisi berjudul Save Rektor UII Dr. I. Harsoyo, M.Sc. yang berisi dukungan agar pria yang akrab disapa Pak Har itu tidak mengundurkan diri.

Petisi tersebut dibuat oleh Maritto Aries Vittorio. Hingga siang ini, sejumlah 1.306 telah menandatangani petisi tersebut.

"Mari dukung Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc. untuk tidak mundur dan menyelesaikan masa jabatannya. Dukungan sepenuhnya untuk Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc. dalam mengusut tuntas penanggungjawab musibah yang terjadi pada The Great Camping ke-37 Mapala Unisi dan membawa UII menjadi World Class University. Aamiin," tulis Maritto di petisi itu.

Ia juga mengutip tulisan berjudul Kita UII yang ditulis Rizka Amalia Shofa, dari Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII. Di bagian akhir petisi tertera keterangan, petisi itu akan dikirim ke Yayasan Badan Wakaf UII dan Menristek Dikti Indonesia.

Berikut tulisan berjudul Kita UII tersebut.

"Jum’at lalu, tanggal 20 Januari 2017, kabar duka melingkupi UII. Muhammad Fadhli, salah satu mahasiswa UII yang menjadi peserta The Great Camping (TGC) 37 yang dilaksanakan oleh MAPALA UNISI, meninggal dunia. Kemudian menyusul dua peserta lainnya, Syaits Asyam dan Ilham Nurpadmy Listia Adi.

Kabar duka ini tentu bukan hanya membuat seluruh keluarga UII berduka, tetapi juga terluka. Media lokal maupun nasional ramai memberitakan perkembangan kasus ini. Lebih dahsyat lagi, yang membagikan beritanya juga tak kalah ramai. Timeline Instagram, LINE, dan Facebook, penuh dengan berita yang dibagikan bukan hanya oleh masyarakat awam, tetapi juga keluarga UII.

Barangkali tidak sedikit yang merasa kecewa dan bertanya. Pertanyaan itu terus terlontar, sedangkan UII masih terus berupaya menggali permasalahan yang terjadi. Dilaksanakan press conference, diterbitkan pula pernyataan resmi dan update investigasi kasusnya.

Ini bukan hanya duka bagi MAPALA UNISI, program studi dan fakultas yang kehilangan mahasiswanya, dan rektorat UII saja. Ini adalah duka bagi kita semua yang masih maupun pernah berada di bawah naungan UII.

Di tengah ramainya berita, barangkali kita perlu mengingatkan diri lagi. Ternyata ada yang tak kalah penting dari kondisi hari ini. Kita tidak boleh berjalan masing-masing. Semuanya harus berdampingan dan pastikan bahwa tidak ada yang berjuang sendirian. Termasuk Rektor dan jajarannya. Jangan biarkan seolah berjuang sendiri sedangkan kita sibuk komentar, bertanya, kecewa, marah, menuntut.

Cukuplah media ramai dengan komentar khalayak umum yang tak jarang membuat kita makin sedih. Namun, ada banyak orang yang harus kita kuatkan agar proses ini tetap berjalan dengan baik dan kita tidak tumbang karena terpaan benci dan luka.

Saya lantas teringat sosok Dr. Ir. Harsoyo, M. Sc. Rektor UII yang akrab disapa Pak Har ini sejak kemarin tidak pernah absen dari segala momen terkait kasus ini. Press conference dihadiri, keluarga korban ditemui, konfirmasi diberikan, dan yang tak kalah penting, beliau tetap seperti biasanya. Tetap menjadi Pak Har yang gemar i’tikaf di Masjid Ulil Albab UII.

Sejak kemarin, di tengah masih banyaknya mahasiswa dan alumni yang sibuk membagikan berita, berkomentar, takut, dan lainnya, teman-teman yang menggawangi rektorat pada khususnya, tidak berhenti saling menguatkan. Tiap berkomunikasi dengan teman-teman di rektorat, tidak ada obrolan tentang komentar terhadap kasus. Tidak ada pula obrolan yang isinya dugaan. Yang ada adalah refleksi dan kekuatan.

Hari ini, jari memang menjadi sebuah kekuatan dalam mengakomodir pemberitaan. Semua tinggal dibagikan. Semuanya dapat dibaca. Kekecawaan yang seolah memuncak tak boleh dibiarkan membelenggu hingga menutup pintu kekuatan yang perlu dibangun bersama. UII dibangun sejak puluhan tahun lalu dengan segala upaya dan tekad, maka, hari ini kita perlu pastikan bahwa kita tidak tumbang.

Empati. Barangkali satu kata itu yang perlu kita perdalam lagi maknanya. Merasakan yang sedang dirasakan orang lain bukan hanya soal rasa, tetapi bagaimana kita mengejawantahkannya. Segala kebaikan yang kita bangun selama ini harus kita teruskan dengan lebih tenang dan arif dalam menghadapi kondisi sekarang. Jangan biarkan Pak Rektor dan rektorat sendirian. Jangan pula biarkan diri kita sendirian dalam sedih dan luka. Kita tahu ini bukan hal ringan dan singkat, maka artinya kita juga tentu tahu bahwa makin banyak sumbu kekuatan yang harus terus dihimpun.

Jangan menjadi pihak yang seolah paling kecewa dan paling berhak marah. Ada keluarga yang ditinggalkan yang tentu lebih berhak merasakan ini. Ada cara berempati yang harusnya kita jadikan prioritas. Kawal, bagikan informasi valid yang memang perlu dibagikan, berdoa untuk korban yang meninggal dan sedang dirawat, berdoa agar tak ada lagi korban, dan yang terpenting, jangan lupa saling menguatkan. Sebab kita UII.

Pernyataan resmi UII dan perkembangan investigasi dapat dibaca di www.uii.ac.id."