Liputan6.com, Bengkulu - Setelah temuan kantong darah tercemar HIV AIDS, Palang Merah Indonesia Kota Bengkulu menemukan 169 kantong darah dari para pendonor tercemar berbagai virus. Di antaranya virus raja singa (sifilis), Hepatitis C dan Hepatitis B sepanjang 2016 hingga akhir Januari 2017.
Menurut Kepala Divisi Tranfusi PMI Kota Bengkulu Annelin Kurniati, temuan itu merupakan yang terbanyak di Indonesia dan sangat mengkhawatirkan. Jika tidak segera diantisipasi sejak awal, bisa saja kantong darah itu lolos ditranfusikan ke penerima donor darah dan menyebarkan penyakit berbahaya.
"Bahaya sekali dan kami akan evaluasi sistem deteksi donor sejak dini," ujar Annelin di Bengkulu, Senin (30/1/2017). Â
Advertisement
Dari 169 kantong darah terinfeksi itu terdiri atas pencemaran penyakit Hepatitis B sebanyak 48 kantong, hepatitis C sebanyak 52 kantong, raja singa sebanyak 47 kantong dan HIV 2 kantong darah.
Pada awal 2017, PMI kembali menemukan sebanyak lima kantong darah yang terinfeksi HIV/AIDS, satu kantong hepatitis C, satu kantong hepatitis B dan satu kantong sifilis.
Pemeriksaan HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis merupakan prosedur wajib yang dilakukan di PMI terhadap semua kantong darah yang diterima dari pendonor.
Hampir semua pendonor yang mengidap virus dan bakteri HIV, Hepatitis B, C, serta Sifilis, terang Annelin, tidak menunjukkan gejala penyakit. Para pendonor tersebut merasa sehat dan tidak mengetahui di dalam darahnya terdapat penyakit.
Baca Juga
Pemeriksaan HIV yang dijalankan di UTD PMI menggunakan metode rapid test. Prosedur itu disinyalir masih bisa meloloskan kantong HIV, hepatitis B, hepatitis C dan Sifilis, karena metode yang digunakan tersebut belum sesuai dengan rekomendasi WHO. Yakni, metode ELISA yang lebih sensitif, canggih dan computerized.
Di Bengkulu saat ini, pemeriksaan dan pelayanan darah masih dikenakan biaya cukup besar. Di luar RSUD M Yunus Bengkulu, masyarakat yang ingin memeriksakan darah mesti mengeluarkan biaya sebesar Rp 250 ribu dan Rp150 ribu untuk pemeriksaan di RSUD M Yunus.
Dampaknya, pemeriksaan dan pelayanan darah tersebut menjadi tidak optimal. Dengan biaya pengganti pengolahan darah yang berlaku di Bengkulu saat ini, ditambah minusnya bantuan, sulit UTD PMI untuk mengembangkan kemampuan tersebut.
Â
Pencekalan Pendonor Darah
Sementara itu, PMI berencana menindaklanjuti penemuan kasus donor reaktif HIV dengan pemeriksaan ulang sampai dengan pengobatan bagi pendonor yang bekerja sama dengan klinik Volunteer Conseling Test (VCT) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu.
Sementara untuk pendonor yang terinfeksi hepatitis B, hepatitis C dan sifilis, PMI akan memberitahukan temuan itu via telepon atau surat, untuk dirujuk ke spesialis penyakit dalam.
"Semua pendonor yang positif terinfeksi, dicekal untuk donor darah. Kecuali bisa menunjukkan hasil pemeriksaan negatif di kemudian hari," kata Annelin.
Sistem pencekalan donor reaktif ini melalui sistem informasi donor darah (SIMDONDAR), yang berlaku secara nasional. Dengan menerapkan SIMDONDAR, kata dia, pendonor reaktif yang pernah ketahuan positif dari provinsi lain, akan ditolak di daerah lain.Â
"Kita mendeteksi melalui kartu atau nomor ID pendonor yang terinfeksi,'' ujar Annelin.
Penemuan kantong darah tercemar HIV tersebut, kata dia, tidak perlu dicemaskan masyarakat. Sebab, terang dia, begitu diketahui tercemar, kantong darah tersebut tidak akan diberikan kepada pasien.
Kantong darah terinfeksi itu pasti dimusnahkan. Pemusnahan kantong darah tercemar ini dilakukan melalui kerja sama PMI dengan pihak ketiga pengelola limbah medis.
Advertisement