Liputan6.com, Pekanbaru - Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Riau menjadi sorotan terkait pengawasan empat panti milik Yayasan Tunas Bangsa, termasuk panti asuhan maut tempat tinggal terakhir bayi 18 bulan sebelum meninggal tak wajar.
Izin berlaku yayasan tersebut sudah tidak berlaku sejak 2011, tetapi panti tetap beroperasi hingga kasusnya terkuak pada awal 2017. Maka itu, pengawasan Dinsos diduga tak berjalan.
Lembaga Perlindungan Anak Riau menemukan makanan bekas gigitan tikus dan makanan kedaluwarsa di dalam bangunan panti asuhan yang tak layak.
Kondisi serupa ditemukan di panti lainnya, yakni panti jompo dan pengidap gangguan jiwa di Jalan Lintas Timur KM 20 dan Jalan Cendrawasih. Penghuninya juga diperlakukan secara tak wajar.
Mereka diletakkan di ruangan yang jendela dan pintunya seperti sel tahanan. Di dalamnya ada kamar mandi dan toilet tanpa pembatas yang membuat bangunan lembab dan berbau.
Dinilai pengawasannya lemah, Plt Kepala Dinsos Riau Fauzi Atan seolah tak terima. Dia menyatakan, tidak adanya pengawasan karena tersandung masalah kewenangan.
"Tahun 2016, Dinas Sosial baru mempunyai wewenang pengawasan. Sebelumnya, pengawasan dilakukan dinas kabupaten dan kota. Ini soal kewenangan dan peralihan dari kabupaten ke provinsi," kata Fauzi.
Sejak diberi kewenangan pada 2016, Fauzi menyebut Dinsos sudah membentuk pengawasan hingga ke kecamatan dan desa. Setiap desa ditempatkan tenaga sosial dari dinas.
"Kita ada pekerja sosial dari dinas," ucap Fauzi.
Terkait pengawasan panti asuhan, jompo dan pengidap gangguan jiwa, Fauzi menyebut memang tidak dilakukan. Pasalnya, panti ini dinilai izinnya sudah tidak ada lagi sejak 2011.
Baca Juga
"Panti ini ilegal. Sejak izinnya mati tahun 2011, kita menganggap pantinya sudah tak beroperasi lagi. Nyatanya masih beroperasi," kata Fauzi.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi atau Kak Seto menyebut adanya kasus seperti sebagai pembelajaran.
"Ke depannya perlu pengawasan terhadap semua panti yang ada. Tidak hanya di Riau saya kira, tapi seluruh Indonesia agar pengawasan dilakukan intensif," kata Kak Seto.
Dia menyebut pengawasan, terutama panti asuhan anak, harus dilakukan semua pihak. Baik itu lembaga terkait ataupun dari masyarakat hingga ke pedesaan.
"Intinya, anak itu harus dilindungi oleh orang satu kampung, satu desa," ucap Kak Seto.
Terkait lemahnya pengawasan Dinas Sosial Riau, hingga berujung tewasnya M Ziqli dan penelantaran 33 pengidap gangguan jiwa, 12 anak dan 3 jompo, Kak Seto tak berbicara banyak.
Dia menyebut hal ini diserahkan kepada penyidik Polresta Pekanbaru yang tengah mengusut kasus ini. "Kalau itu kita serahkan kepada kepolisian yang menangani kasus ini," ujar Kak Seto.
Berdasarkan data Dinsos setempat, di Riau ada 138 panti. Jumlah itu mulai dari panti asuhan, jompo, pengidap gangguan jiwa, panti untuk orang yang mengalami distabilitas dan lainnya.
Sementara Yayasan Tunas Bangsa, izinnya sudah tak diperpanjang sejak 2011. Hanya saja yayasan yang punya empat panti ini masih beroperasi sampai adanya kasus tersebut.
Advertisement