Liputan6.com, Yogyakarta - Tidak ada keriuhan cengkerama atau sekadar canda tawa di dalam markas Mapala UII. Situasi di bangunan berukuran 60 meter persegi yang terletak di ruas Jalan Cik Ditiro Yogyakarta ini berubah 180 derajat jika dibandingkan dengan bulan lalu.
Saat itu, anak muda silih berganti masuk ke posko Mapala UII. Beristirahat siang, menunggu jam kuliah datang, atau mengurus berbagai keperluan yang berkaitan dengan komitmen mereka sebagai mahasiswa pecinta alam. Kini, kondisi ruangan itu hampa dan sepi.
Teras rumah yang lebarnya tidak lebih dari langkah orang dewasa itu dipenuhi oleh carrier yang membukit. Tas gunung yang tumpang tindih itu milik para panitia pendidikan dasar (diksar) The Great Camping (TGC) Mapala UII yang belum sempat diambil. Sejak posko dibekukan pekan lalu oleh rektorat UII, sontak tidak ada kegiatan di tempat itu.
Advertisement
Baca Juga
Ruang tamu kosong, piala-piala berdebu, hanya dindingnya yang dipenuhi aneka piagam yang ditempel berjajar. Bagian atas lemari pembatas ruang tamu dan tengah juga berjejal plakat penghargaan yang pernah diperoleh organisasi Mapala yang berdiri 3 Juni 1974 itu. Foto-foto berukuran 4R terpajang di salah satu sudut, menjadi jejak penghargaan yang tahun lalu berhasil diraih.
Kala itu, Mapala UII meraih posisi empat besar di Kompetisi SAR Internasional di Republik Turki Siprus Utara. Ketika itu, Mapala UII menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia dalam ajang yang diikuti oleh 25 tim mapala dari Asia, Eropa, dan Afrika itu.
Ada nama Angga Septiawan dalam tim Mapala UII yang mengikuti kompetisi bergengsi di dunia pencarian dan evakuasi korban itu. Namun awal minggu ini, nama Angga bersama dengan Wahyudi ada di dalam daftar tersangka oleh polisi.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terkait kegiatan diksar Mapala UII yang berujung tewasnya tiga mahasiswa usai kegiatan di lereng Gunung Lawu tersebut.
Angga tercatat masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di UII. Tahun lalu dia menjabat sebagai dewan perwakilan anggota (DPA) Mapala UII. Akan tetapi sejak periode kepengurusan yang baru, dia hanya berstatus sebagai anggota mapala biasa.
Sebaliknya, Wahyudi yang sudah lulus akhir tahun lalu masih menjabat sebagai DPA. Tugas DPA di organisasi ini adalah menampung aspirasi anggota dan mengevaluasi kinerja ketua mapala.
"Di UII ada aturan, mahasiswa yang sudah lulus sampai dengan enam bulan masih bisa mengikuti kegiatan kampus, karena periodisasi organisasi dan kalender akademik belum tentu sama, jadi kalau mereka lulus dan masih menjabat sebagai pengurus bisa melakukan regenerasi kepengurusan dulu," ujar Usmar Ismail, anggota luar biasa Keluarga Mapala (Kamapala) UII, Rabu 1 Februari 2017.
Laki-laki yang menjadi anggota Mapala UII pada 1993 itu menuturkan, anggota Mapala UII terbagi menjadi dua, yakni anggota biasa yang berstatus sebagai mahasiswa UII dan berhak menyandang jabatan dalam struktur organisasi. Sementara, anggota luar biasa terdiri dari para alumni UII yang secara otomatis tergabung dalam Kamapala.
Dakwah Jalan Terus
Umar menjelaskan, kegiatan TGC memang diadakan secara khusus sebagai pendidikan dasar yang diperuntukkan bagi anggota baru Mapala UII. Para anggota baru itu sebelumnya direkrut lewat proses rekrutmen calon anggota yang dilakukan setiap penerimaan mahasiswa baru UII.
Sepanjang berdirinya Mapala UII, penerimaan calon anggota baru pada tahun ini paling sedikit, yakni hanya 37 orang. Biasanya Mapala UII menerima calon anggota baru antara 50 sampai 100 orang.
Dalam kegiatan diksar, materi yang diberikan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan organisasi mapala di tempat lain. Seperti materi navigasi darat, survival, dan sebagainya. Hukuman fisik yang diberikan sebatas push up, sit up, dan jalan jongkok. Itu pun memiliki tujuan tersendiri, yakni untuk menghangatkan tubuh peserta karena cuaca dingin di gunung.
Dia pun menyayangkan ada dugaan kekerasan dalam kegiatan diksar yang terakhir ini. Karena kegiatan itu berujung maut yang mengakibatkan nyawa tiga mahasiswa melayang.
"Kalau sampai ada pemukulan, itu sudah di luar SOP, ada tindakan yang berlebihan. Musibah ini bukan kehendak kami, kami berduka dan menyampaikannya ke keluarga almarhum," tutur Usmar.
Lebih jauh Umar menerangkan, kiprah Mapala UII dalam mencetak tim SAR handal sebetulnya juga tidak bisa diremehkan. Sederet bencana alam besar yang terjadi di negeri ini direspon tanggap oleh mereka.
Sebut saja bencana tsunami Aceh, gempa DIY, erupsi Merapi, banjir Sragen dan Sukoharjo, erupsi Kelud, longsor Banjarnegara dan Purworejo, gempa Pidie. Ada pula operasi SAR Gunung Slamet mahasiswa UGM dan Gunung Sindoro mahasiswa UIN.
Ia mengungkapkan, mungkin yang jadi perbedaan kegiatan Mapala UII dengan mapala lainnya adalah Mapala UII juga melakukan pendampingan ke desa-desa di lereng Merapi, meliputi Kinahrejo (Sleman), Deles (Klaten), Selo (Boyolali), Tanggung (Sleman), dan Tritis (Sleman) dalam bidang dakwah Islamiyah, pendidikan, serta peningkatan ekonomi. Salah satu bentuk konkritnya adalah membangun masjid yang menjadi pusat kegiatan.
"Walaupun ada pembekuan, desa binaa tetap berjalan, tetap tidak boleh berhenti, toh selama ini juga kebanyakan kami bantingan (urunan dana), jadi tidak bergantung dengan uang dari universitas," ucapnya.
Setelah peristiwa ini, kata dia, akan dilakukan evaluasi secara menyeluruh supaya tidak terulang kembali. Kamapala UII juga membentuk crisis center yang bisa diakses anggota Mapala UII maupun keluarganya untuk mencari informasi atau sebaliknya keluarga bisa sekadar memberikan informasi seputar peristiwa diksar dua minggu lalu tersebut.
Advertisement