Sukses

Mencurigakan, Penghuni Panti Asuhan Maut Tak Kunjung 'Dewasa'

Banyak cerita miring sejak panti asuhan maut berdiri pada akhir 90an. Salah satunya cara pemilik panti menyalahgunakan donasi yang diterima.

Liputan6.com, Pekanbaru - Beroperasi sejak akhir 90-an, Panti Asuhan Yayasan Tunas Bangsa disebut telah menampung puluhan anak. Hanya saja, anak itu tidak pernah 'dewasa' karena penghuninya selalu anak-anak.

Warga di Jalan Bukit Rahayu, Kecamatan Tenayan Raya, tempat panti itu dirintis, akhirnya bertanya-tanya ke mana perginya anak-anak itu karena tak pernah dilihat dewasa.

Keheranan itu salah satunya diungkapkan Sumiati. Perempuan 59 tahun itu pernah menjadi guru ngaji Lili Rachmawati, si pemilik yayasan tempat bernaung panti asuhan, dan tahu jerih payah pembangunannya.

"Saya itu heran saja. Ada lima orang anak saya, ada yang lahir dengan awal pendirian panti itu. Semuanya sudah menikah, tapi anak panti di sana tidak pernah saya lihat menjadi dewasa," kata Sumiati, Rabu petang, 1 Februari 2017.

Logikanya, kata Sumiati, anak yang dirawat sejak panti berdiri sudah dewasa. Namun, penghuninya selalu anak yang tiap tahunnya selalu berganti.

"Ke mana perginya anak-anak itu?" tanya Sumiati, yang pernah ikut Lili mencari donatur panti untuk yayasan tersebut.

Sumiati tak mau berprasangka adanya praktik jual beli anak oleh Lili. Pasalnya, dia tidak pernah melihat secara langsung orang lain membawa anak dari panti itu.

"Pernah ada dulu, anak-anak dibawa Lili masuk ke dalam mobil. Kemudian, penghuni setelah itu baru lagi anaknya," ujar Lili.

2 dari 2 halaman

Jual Sumbangan Donatur?

Terkait Lili menjual sumbangan sembako, Sumiati tak menampiknya. Kadang, sebut dia, sembako itu diberikan kepada warga dengan alasan tidak cocok dikonsumsi anak-anak.

"Jual beli sembako itu ada, seperti beras dan makanan lainnya. Ke mana uangnya, saya tidak tahu karena sejak bertengkar dengannya, tidak pernah berhubungan lagi," kata dia.

Sementara itu, tetangga lainnya, Widi menjelaskan cara Lili mendapatkan anak-anak penghuni panti. Salah satunya dengan menolong orangtua di rumah sakit yang tak punya biaya melahirkan.

"Pernah dulu ada dibawa ke rumah saya bayi perempuan. Dia menyebut diambil dari rumah sakit. Beberapa bulan kemudian, bayi itu sudah tidak ada lagi. Entah ke mana perginya," kata Widi yang mengaku tak tahu persis adanya praktik jual beli anak.

Terkait adanya penjualan donasi berupa sembako, Widi juga tak menampiknya. Widi juga menyebut ada juga yang dibagikan kepada warga sekitar.

"Misalnya susu, katanya nggak cocok buat anak-anak. Lalu dijual. Kemudian dijadikan untuk membeli tanah dan bangun panti lain, makanya banyak panti dimiliki," kata Widi yang mengenal Lili sejak 1998.

Menurut Widi, Lili mengelola panti dibantu suaminya Idang. Ada pula beberapa pembantu yang dijadikan sebagai pengasuh. Idang juga bertugas mengawasi anak.

"Nanti kalau malam, suaminya berteriak-teriak menyuruh anak masuk ke ruangan. Kalau soal ada tangisan dan teriakan anak, ya namanya anak-anak. Kadang nangis dan bandel," ujar Widi.