Liputan6.com, Tegal - Terik matahari tak menyurutkan langkah dan semangat rombongan dari Universitas Nagoya Jepang ketika berkunjung di tambak budidaya udang milik SUPM N Tegal pada Rabu, 1 Februari 2017.
Sebanyak 12 orang dari Universitas Nagoya, Jepang yang terdiri dari mahasiswa asal Jepang, Cina, Yaman, dan Zimbabwe sangat penasaran dengan Busmetik atau Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik. Busmetik merupakan salah satu penerapan pendidikan dengan pendekatan teaching factory budidaya perikanan di SUPM Negeri Tegal.
Dalam Busmetik, udang yang dibudidayakan adalah udang Vannamei. Adapun budidaya udang Vannamei menggunakan teknik Busmetik telah menarik perhatian masyarakat, khususnya pembudidaya udang Vannamei. Â
Teknologi yang ditemukan oleh Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta sejak beberapa tahun lalu itu mulai diajarkan kepada siswa Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) dan masyarakat perikanan di Indonesia. Bukan hanya masyarakat Indonesia saja, mahasiswa Universitas Nagoya Jepang ternyata juga penasaran dengan Busmetik itu.
Baca Juga
Advertisement
Di tambak SUPMN Tegal, Khaerudin menjelaskan kepada rombongan tentang lahan budidaya, pemberian pakan, pemeliharaan, dan proses panen. Menurut dia, udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya.
Komoditi ini bernilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar yang juga tinggi (high demand product). Udang bahkan sampai saat ini merupakan primadona ekspor produk perikanan budidaya.
Adapun salah satu teknologi yang diterapkan adalah teknologi supra intensif berbasis ekonomi biru. Teknologi ini mampu meningkatkan panen udang lebih baik dari biasanya.
"Misalnya di tambak udang vanamei super yang mampu memproduksi udang 153 ton per hektar ini," kata dia.
Ia menjelaskan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal harus mengintegrasikan sistem budidaya hulu dan hilir. Sistem ini mengutamakan penggunaan benih unggul, standardisasi sarana dan prasarana, penggunaan teknologi budidaya yang akurat dan tepat, pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan, serta pengelolaan usaha yang baik. Kelimanya harus diimplementasikan secara simultan dan konsisten. Â
Menurut dia, prinsip ekonomi biru itu juga akan menjadikan limbah yang dihasilkan dari budidaya udang supra intensif tersebut sebagai bahan baku pakan ikan nila dan juga sebagai pupuk tanaman.
"Sehingga nilai tambah dari usaha budidaya yang dihasilkan muncul karena output dari satu usaha menjadi input dari usaha lainnya, sesuai dengan prinsip blue economy," tutur dia.
Apalagi, prinsip penggunaan teknologi dalam budidaya udang super intensif salah satunya adalah untuk mengendalikan limbah organik. Maka itu, setiap enam jam sekali, limbah organik dibuang secara mekanik mengggunakan central drain yang ada di dasar tambak untuk mengurangi racun dalam air. Â
"Jadi kadar oksigen dalam air juga dijaga dengan menggunakan kincir air, turbo jet, dan blower. Sedangkan untuk pemberian pakan digunakan auto feeder yang sudah diprogram frekuensi dan jumlah pakan yang diberikan," ujarnya.   Â
Beberapa orang dalam rombongan pun merespons baik tentang budidaya udang ini. Salah satunya dari pimpinan rombongan, yaitu Prof Dr Nishino Setsuo. Ia terus menyimak setiap penjelasan Khaerudin melalui penerjemah. Beberapa guru ikut serta mendampingi dan memberi penjelasan mengenai Busmetik ini.