Liputan6.com, Pekanbaru - Menambah libur perayaan Imlek membuat seorang kepala sekolah di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, mendekam di penjara Mapolsek setempat. Pasalnya, lelaki bernama Mahir Simamora itu menganiaya 46 siswanya dalam kelas dan menjemurnya di lapangan.
"Jadi kepala sekolah ini marah ada siswa yang menambah libur usai Imlek. Siswa ini dianggap bolos dan membuat kepala sekolah ini marah," kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Guntur Aryo Tejo, Minggu petang, 5 Februari 2017.
Guntur menyebutkan, kejadian bermula sewaktu kepala sekolah di Yayasan Perguruan Kartini ini mengecek kelas per kelas usai Imlek pada Rabu, 1 Januari 2017. Saat itu, dia menemukan banyak siswa tak masuk.
Keesokan harinya, Mahir kembali mengecek siswanya dan sudah masuk semua. Masih dalam keadaan marah, dia memerintahkan siswanya yang tak masuk pada hari sebelumnya tunjuk jari.
"Saat itu, ada 46 siswa yang tunjuk jari karena tidak masuk," kata Guntur.
Pengakuan siswa itu membuat kepala sekolah makin marah. Mahir diduga memukul dan menendang siswanya di dalam kelas. Dia pun diduga menjemur pada siswa yang dinilai bolos di lapangan sekolah.
Baca Juga
"Diduga akibat kejadian ini, ada siswa yang mengalami lebam dan terluka," kata Guntur.
Saat pulang ke rumahnya masing-masing, anak-anak yang mendapat kekerasan dari kepala sekolah menceritakan pengalamannya kepada orangtua mereka. Keesokan harinya, para orangtua korban yang rata-rata merupakan keturunan Tionghoa itu mendatangi sekolah.
Puluhan orangtua yang marah berniat menanyakan langsung kepada kepala sekola dimaksud. Sebelum pertemuan terjadi, kejadian itu diketahui anggota Polsek Panipahan dan mengamankan sang guru.
"Untuk menghindari hal tak diinginkan, oknum guru itu langsung dijemput dari ruangannya," kata Guntur.
Sejauh ini, sudah ada 18 siswa yang divisum petugas sebagai penguat bukti telah terjadinya tindak penganiayaan pasca-libur Imlek. Hasilnya memperlihatkan adanya tanda-tanda kekerasan dari benda tumpul.
Menurut Guntur, kejadian itu juga mendapat perhatian serius dari Dinas Pendidikan setempat dan PGRI di sana. Upaya pertemuan dan menenangkan para orangtua siswa terus dilakukan supaya tidak terjadi gangguan keamanan.
"Kejadian ini terus diselidiki. Pertemuan dilakukan pihak yayasan dengan guru untuk meredam kemarahan orangtua," ucap Guntur.