Sukses

Wanita Penyelamat Harimau Sumatera yang Terancam Tinggal Nama

Populasi harimau Sumatera di alam liar hanya tersisa 17 ekor saja.

Liputan6.com, Bengkulu - Harimau Sumatera kini terancam punah. Data BKSDA Bengkulu menunjukkan populasinya tersisa 17 ekor saja. Ancaman ini menjadi tantangan bagi Drh Erni Suyanti. Wanita mungil hitam manis ini berada di garda terdepan dalam penyelamatan si kucing besar.

Dokter Yanti, begitu dia akrab disapa, saat ini menjadi dokter hewan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bengkulu. Dia berkutat dalam penyelamatan harimau yang terus diburu manusia. Seringkali, dia harus mengadu kecepatan dengan para pemburu untuk mendapatkan harimau yang terperangkap jerat di tengah hutan belantara.

Kasus pertama yang ditangani alumni Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ini adalah pada 2007. Saat itu karena keterbatasan peralatan, dia harus menyuntik bius dengan tangan seekor harimau yang terkena jerat pemburu.

"Terus terang saya sangat cemas waktu itu, tetapi syukurnya kami bisa mengatasi. Harimau selamat dan kami juga selamat," kata Yanti di Bengkulu, Senin, 13 Februari 2017.

Kasus lain yang juga unik terjadi pada 2011. Saat itu, dia mendapatkan informasi ada seekor harimau di Hutan Produksi Air Rami Kabupaten Mukomuko.

Untuk mencapai lokasi diperlukan waktu selama tiga hari. Satu hari menggunakan kendaraan dan dua hari berjalan kaki menembus hutan belukar. Yanti bersama tim harus beradu cepat dengan pemburu yang memasang jerat.

Berbekal koordinat yang diberikan oleh masyarakat, dia terus berjalan tanpa henti dan menemukan harimau masih dalam kondisi hidup dan sangat lemah.

Selama 10 hari, harimau disembunyikan sambil ditandu keluar hutan. Dievakuasi melalui jalur sungai, sang Raja Hutan akhirnya berhasil dievakuasi dan diselamatkan.

"Saat itu yang terpikir oleh saya adalah bagaimana makhluk ciptaan tuhan ini tetap hidup dan kembali ke alam bebas," kata Yanti.

2 dari 3 halaman

Nangis Lihat Harimau Mati

Sebagai petugas medis di Balai Konservasi Seblat yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, beberapa kali dia berhadapan dengan harimau yang harus mengembuskan nafas terakhir. Saat itu terjadi, air matanya terkadang keluar tanpa bisa ditahan.

"Yang terbayang oleh saya, populasi mereka sangat kritis. Jika mati satu ekor saja tentu sangat menyedihkan dan menguras emosi," ujar Yanti.

Kesedihan lain yang juga sering dirasakannya adalah saat harimau kekurangan makanan. Keterbatasan bantuan lembaga peduli hewan langka dan negara membuat harimau itu kadang tidak diberikan makan untuk beberapa hari.

Kondisi itu, menurut dia, sangat tidak seimbang dengan status harimau Sumatera yang hampir punah. Maka itu, ia terus menjalin komunikasi dengan beberapa lembaga internasional yang sering menggunakan jasanya.

Ssedikit demi sedikit, para Raja Hutan yang sedang dalam masa perawatan bisa diberi asupan makanan yang layak. Bantuan sangat sulit didapat, terkadang dia harus mengorbankan gajinya untuk memberi makan harimau.

3 dari 3 halaman

Harimau dan Manusia Harus Berdamai

Konflik manusia dan harimau hingga hari ini masih terus terjadi. Apalagi, tiga kawasan konservasi, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Bukit Gedang Rejang Selatan yang menjadi habitat harimau Sumatra, saat ini terus dirambah.

Perburuan liar dari para pemburu yang mengincar anak harimau serta kondisi alam membuat populasi harimau Sumatera semakin kritis. Upaya sosialisasi dan imbauan langsung setiap saat disuarakan Yanti dan kawan-kawan, tetapi iming-iming harga jual yang tinggi membuat upaya mereka terkadang sia sia.

Masyarakat di wilayah penyanggah taman nasional juga diberdayakan, tetapi konflik terus saja terjadi. Bahkan tidak jarang, harimau harus masuk ke permukiman untuk mencari makan karena ketersediaan hewan untuk disantap sudah tidak ada lagi di dalam hutan.

Dia menyatakan, "Konflik ini harus dihentikan. Harimau Sumatra sudah di ambang kepunahan, ayo semua menahan diri," tegas Drh Erni Suyanti.

Video Terkini