Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kota Denpasar terus mengembangkan pengelolaan tata kota, mulai dari destinasi wisata pantainya, pasar tradisional hingga persawahan. Dari hasil penelusuran Liputan6.com saat mengikuti perjalanan dinas bersama humas Pemkot Surabaya di Kota Denpasar, ada hal menarik mengenai lahan persawahan di Kota Denpasar. Â
Berbeda dengan Kota Surabaya yang memperbanyak taman kota sebagai paru-paru kota dan lahan resapan air hujan, Subak atau sawah di Kota Denpasar dijadikan ekowisata yang sekaligus berfungsi sebagai lahan resapan air hujan. Â
I Made Swastika selaku ketua pengelola Ekowisata Subak Sembung yang berlokasi di Banjar Pulau Gambang, Kecamatan Denpasar Utara, Kotamadya Denpasar, Provinsi Bali ini menuturkan Subak Sembung seluas 115 hektare ini dijadikan ekowisata sekitar tiga tahun lalu.
Advertisement
"Pemkot Denpasar melalui Badan Lingkungan Hidup membuat ekowisata ini untuk mempertahankan Subak Sembung supaya tidak menjadi alih fungsi lahan," tutur I Made Swastika kepada Liputan6.com di Denpasar, beberapa waktu lalu.
I Made Swastika menerangkan, Kota Denpasar yang terdiri dari empat kecamatan yaitu Denpasar Selatan, Timur, Barat, dan Utara ini, hanya menyisahkan satu subak atau sawah, yaitu Subak Sembung.
Baca Juga
"Sehingga Subak Sembung atau lahan sawah ini dijadikan sebagai jantung paru-paru Kota Denpasar dan sebagai resapan air hujan," kata I Made Swastika. Â
"Kalau misalnya di Subak Sembung ini diubah menjadi kawasan bangunan, maka di daerah jalan Gatot Subroto dan Gajah Mada pasti akan tenggelam saat turun hujan," ucap I Made Swastika. Â
I Made Swastika mengaku ditunjuk warga dan pemerintah Kota Denpasar untuk mengelola dan memberikan motivasi kepada petani di sini untuk mampu mempertahankan sawahnya.
"Jadi, kami mengelolanya dengan mendatangkan tamu, memberikan inovasi kepada petani untuk menanam tanaman apa saja yang bisa ditanam supaya menarik perhatian pengunjung," ujar Swastika. Â
I Made Swastika menyampaikan, konsep Subak Sembung ini adalah sebagai sarana edukasi bagi anak-anak, baik dari tingkat TK sampai mahasiswa. Edukasi yang diberikan kepada anak TK adalah mengenalkan berbagai macam tanaman herbal, seperti serai yang bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan jamu. Â
"Sedangkan untuk mahasiswa dan tamu dari instansi, maka kita perkenalkan Subak Story yang ada hubungannya dengan Tri Hita Karana," kata Swastika. Â
I Made Swastika menegaskan, penggarapan Subak Sembung ini dilakukan oleh 198 orang pemilik. Pihaknya juga mempunyai peraturan tertulis atau biasa disebut Awegawe yang berisi mengenai boleh menjual tanah tetapi fungsinya tetap menjadi sawah. Â
"Sawah di sini dibantu oleh pemerintah dengan nol rupiah pajak atau dengan katalain bebas pajak," ujar I Made Swastika.Â