Liputan6.com, Jambi Kelompok orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Provinsi Jambi tengah khawatir akan wabah penyakit campak yang diidap sejumlah warganya. Sudah 11 Orang Rimba dirawat di rumah sakit.
Yomi Rivandi selaku fasilitator kesehatan di Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi yang selama ini fokus terhadap pendampingan orang rimba membenarkan hal tersebut.
Dia mengatakan, orang rimba yang dirawat itu terdiri dari tujuh orang di RSUD Raden Mattaher Jambi dan empat orang lainnya dirawat di RSUD Abdul Madjid Batoe, Muarabulian, Kabupaten Batanghari.
Advertisement
"Yang dirawat di rumah sakit yang memang sudah parah. Sementara di tempat tinggal Orang Rimba kami upayakan pencegahan agar tidak menular, terutama pasien demam," tutur Yomi di Jambi, Selasa, 14 Februari 2017 lalu.
Baca Juga
Pasien orang rimba yang dirawat di RSUD Raden Mattaher, Jambi diantaranya adalah Nembo Bungo (4) dan ibunya, Melundang (41). Kemudian ada Meringgau (13, Melikau (15), Mentara (14), Menggerau (9) dan seorang pemimpin kelompok yakni Tumenggung Menyurau.
"Mereka dirawat sejak Jumat pekan lalu," kata Yomi.
Sementara dari pemantauan Yomi di lapangan, di daerah Terap, Kabupaten Batanghari, ada lima orang warga rimba yang mulai mengeluarkan bintik di kulit. Sementara ada 20 Orang Rimba mengalami demam. Hingga saat ini, fasilitator kesehatan dari KKI Warsi tengah berusaha mengobati.
Menurut Yomi, orang rimba merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap campak. Sehingga bisa menimbulkan komplikasi dengan penyakit lain.
Salah satu penyebabnya, orang rimba selama ini tidak pernah mendapat imunisasi campak. Padahal, program imunisasi sudah lama dilakukan pemerintah.
"Akibatnya campak yang diderita orang rimba menimbulkan komplikasi dengan penyakit lain. Bahkan bisa menimbulkan kematian," ucap Yomi.
Bahkan Yomi menilai, wabah campak ini bisa mengarah kepada kondisi atau keadaan luar biasa (KLB). Di mana campak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Ketika pasien campak batuk, maka cairan batuk yang terhisap orang lain bisa menular.
Dengan kondisi orang rimba yang berkelompok, sangat mungkin mereka tertular satu sama lain. Sebagai upaya pencegahan, fasilitator kesehatan KKI Warsi melakukan pemisahan sementara antara orang rimba yang sakit dengan yang sehat.
"Oleh warga rimba ini disebut sesandingon. Jadi menempatkan warga yang sakit terpisah dengan yang masih sehat," ujar Yomi.