Liputan6.com, Palopo - Selain dikenal sebagai daerah pegunungan yang sejuk dan dikeliling hamparan perkebunan, Kota Palopo yang berjarak 372 kilometer dari Kota Makassar ternyata memiliki sungai alami yang menjadi incaran wisatawan domestik hingga mancanegara. Sungai Jodoh Latuppa namanya.
Sungai jodoh yang terletak di utara Kota Palopo tersebut tak hanya memiliki keindahan dan airnya yang sejuk semata. Di balik penamaan sungai itu, ada cerita romantis tentang sepasang kekasih keturunan Tionghoa asal Kota Palopo dan Toraja yang berlanjut hingga ke pelaminan.
"Dari kisah itulah, kenapa sungai permandian alam Latuppa dinamakan sungai jodoh," kata Hasri (48), warga setempat kepada Liputan6.com, Sabtu, 18 Februari 2017.
Advertisement
Menurut Hasri, sungai yang terletak di Kelurahan Murante, Kecamatan Mungkajang, Kota Palopo, Sulsel itu sejak 1997 sering dikunjungi para keturunan Tionghoa.
Panorama alam yang sejuk dan suasana yang relatif sepi menjadi alasan para warga keturunan Tionghoa berdatangan ke sungai tersebut untuk berendam hingga bernostalgia bersama kerabatnya.
"Seiring waktu berjalan, tempat itu mulai dikenal dan ramai pengunjung. Tak hanya dari keturunan Tionghoa lokal, tapi juga ada yang dari luar negeri, di antaranya Vietnam dan Thailand, bahkan masyarakat Palopo pada umumnya," kata Hasri.
Baca Juga
Dengan melihat animo pengunjung yang menikmati panorama alam sungai tersebut yang terus meningkat, Pemerintah Daerah Palopo pun meresmikan Sungai Jodoh Latuppa menjadi kawasan wisata.
"Sungai Jodoh Latuppa resmi jadi kawasan wisata pada tahun 1998 setahu saya," kata Hasri.
Aktivitas berendam dan bermain di Sungai Jodoh Latuppa dapat dinikmati dengan santai karena arus air tak begitu deras. Meski begitu, ia tetap dapat memicu adrenalin.
"Orang dewasa hingga anak-anak ramai bermain di sungai jodoh. Fasilitasnya sudah lumayan, di mana ada beberapa warga menyewakan ban dalam dari berbagai ukuran untuk digunakan bermain di air sungai," kata Hasri.
Selain itu, bagi mereka yang ingin menginap atau sekedar melihat pemandangan alam, kata Hasri, dapat memanfaatkan fasilitas yang disediakan di sekitar sungai.
"Gubuk disewakan sekitar Rp 50.000, sedangkan rumah untuk tempat kegiatan atau penginapan disewakan per malam sekitar Rp 300.000," tutur Hasri.