Sukses

Batu Rantai, Legenda Bocah Penyelamat Singapura Berakhir Tragis

Banyak legenda dan sejarah etnis Melayu yang sebagian belum terungkap jelas, seperti Batu Berantai di perairan Batam.

Liputan6.com, Batam - Gugusan pulau di sekitar Semenanjung Malaka, melingkupi Kepulauan Riau termasuk perairan Batam, menyimpan sederet legenda dan sejarah etnis Melayu yang sebagian belum terungkap jelas.

Satu di antaranya cerita rakyat yang melegenda mengenai keberadaan Batu Berantai atau Batu Rantai, gugusan karang yang berada di perairan antara Pulau Belakang Padang dan Pulau Sambu, Kepulauan Riau. Batu Berantai juga berada di perbatasan dengan negeri jiran Singapura.

"Alkisah, sekitar abad ke-14 di Kerajaan Melayu Tumasik (Tumasik atau Temasek, nama lama Singapura--Red.) ada seorang raja serakah (zalim) yang menenggelamkan hidup-hidup bocah laki-laki di bawah batu karang yang sekarang dikenal Batu Berantai," tutur RB Painan, ketua RT di Kelurahan Sekanak Raya, Pulau Belakang Padang, Minggu, 19 Februari 2017.

Raja Tumasik itu disebut Paduka Seri Maharaja. "Namun, Paduka Seri Maharaja dikenal buruk sifat dan perangainya. Ia kejam dan sewenang-wenang. Selain itu, ia juga sangat tamak dan iri hati," ujar lelaki berusia 72 tahun tersebut.

Kala itu, menurut Painan, Negeri Tumasik mendapatkan musibah. Secara tak terduga, ratusan ribu ikan todak (swordfish) datang menyerang masyarakat.

"Tidak hanya mereka yang tinggal di pantai, warga yang tinggal di daerah pedalaman pun tak luput dari serangan ikan berparuh panjang yang runcing lagi tajam itu. Banyak rakyat yang menjadi korban keganasan ikan todak," ia menambahkan.

Mendapati keganasan ikan todak, Paduka Seri Maharaja lantas memerintahkan agar rakyat berpagar betis untuk menghadapi serangan ikan todak. Namun, usaha itu pun tidak membuahkan basil.

"Ikan-ikan todak terus mengamuk dan meningkatkan serangan hingga kian banyak rakyat yang menjadi korban," tutur Painan.

2 dari 2 halaman

Nasihat Anak Bijak

Dalam keadaan bingung dan resah, seorang anak lelaki kecil datang menghadap Paduka Seri Maharaja dan dengan lantang berujar, "Ampun Baginda Raja, sia-sia saja rakyat Paduka minta berpagar betis."

"Semua itu tidak akan dapat menghentikan serangan ikan-ikan todak. Sebaliknya, rakyat akan semakin banyak menjadi korban," ujar Painan menirukan perkataan anak bijak dalam legenda tersebut.

Paduka Seri Maharaja amat murka mendengar ucapan si anak lelaki bernama Kabil tersebut. "Engkau pikir siapa engkau ini, hei budak, hingga berani-beraninya engkau memberikan nasihat kepadaku?"

Batu Berantai, gugusan karang yang berada di perairan antara Pulau Belakang Padang dan Pulau Sambu, Kepulauan Riau. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Lantas anak kecil itu menjawab, "Hamba ini seorang budak (anak) yang seharian mencari ikan, Baginda Raja. Hamba sangat mengenal perilaku ikan todak itu. Serangan ikan todak tidak akan dapat dihentikan dengan betis manusia. Hanya dengan batang-batang pisang saja ikan-ikan todak itu dapat dilumpuhkan."

Meski sebenarnya sangat jengkel dengan keberadaan Kabil, akhirnya Paduka Seri Maharaja menuruti saran bocah itu. Ia tidak mempunyai pilihan Iain. Ia lantas memerintahkan pemagaran daerah Tumasik dengan batang-batang pisang.

Segenap rakyat bersatu-padu memagar dengan batang pohon pisang hingga di pelosok Negeri Tumasik. Banyak ikan todak yang tersangkut di batang pisang, sehingga serangan terhenti.

Hasutan Penasihat Raja

Kendati menjadi penyelamat Negeri Tumasik, bocah lelaki nan bijak itu kemudian ditenggelamkan di lokasi Batu Berantai. Ini lantaran ulah penasihat Baginda Raja yang menghasut bahwa anak tersebut setelah besar nanti dengan kepandaiannya dianggap akan membahayakan kekuasaan raja.

Ia menyebutkan lokasi yang ditenggelamkan di perairan Batu Berantai sudah dianggap melegenda di kalangan masyarakat Melayu di Kepulauan Riau, Singapura, dan Malaysia. Hingga saat ini masyarakat yang mayoritas nelayan menganggap lokasi tersebut terlarang.

Adapun Sunaryo, Ketua RW 01, Kelurahan Sekanak Raya, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, mengungkapkan banyaknya kapal tenggelam di sekitar Batu Berantai. Sebab, banyak pantangan atau larangan yang dilanggar saat melewati lokasi perairan Batu Berantai.

"Di tahun 1960-an kapal Naga dari Singapura tenggelam di perairan itu," ia mengungkapkan.

Ketika itu, imbuh Sunaryo, ada kru kapal yang membawa kue donat yang merupakan salah satu pantangan. Selain itu, sejumlah pantangan lain yang tidak boleh dilanggar adalah mengucapkan perkataan kotor, sombong, dan takabur.

Menurut dia, warga setempat kerap mengalami kejadian saat melintas di perairan Batu Berantai, Batam, Kepulauan Riau, melihat sosok bocah laki-laki tak memakai baju sedang mengayuh sampan.


Video Terkini