Sukses

Gawat, Kriminal Anak Palembang Mengaku Bangga Jadi Begal

Kasus kriminal yang menjerat kebanyakan anak Palembang adalah begal motor.

Liputan6.com, Palembang - Tindakan kriminal yang berujung pidana membuat 165 orang anak-anak harus masuk dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Palembang. Jumlah anak binaan ini ternyata merupakan yang terbanyak dari LPKA lainnya se-Indonesia.

Menurut Kepala LPKA Kelas 1 Palembang, Endang Lintang Hardiman, kasus kriminal yang menjerat anak-anak kebanyakan adalah tindakan pembegalan sepeda motor, bahkan ada yang berujung kematian korbannya.

Pengakuan anak-anak yang menjadi begal motor itu menjadi keprihatinan dan harus jadi catatan serius bagi praktisi pendidikan dan pembinaan anak. 

"Mereka mengaku kalau aksi begal motor itu jadi tren dan membuat bangga saat diceritakan ke teman-temannya," ujar Endang usai beraudiensi ke Wali Kota Palembang, Harnojoyo, tentang Kelanjutan Kerja Sama Program Pembinaan dan Pendidikan Anak Didik LPKA Palembang, Selasa, 21 Februari 2017.

"Walaupun mereka tidak memikirkan dampak dari aksi yang dilakukannya, tapi ini menjadi kebiasaan yang menjalar di kalangan remaja," kata dia lagi.

Kebanyakan pelaku begal yang masuk dalam LPKA Kelas 1 Palembang ini beraksi di kawasan Jakabaring dan Seberang Ulu I Palembang. Jumlahnya pun lebih banyak dibandingkan di kabupaten lainnya di Sumatera Selatan (Sumsel).

Selain begal, ada juga yang terjerat kasus kriminal pencurian hingga menjadi korban sindikat transaksi jual beli narkoba. Para kriminal anak tersebut kebanyakan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Ada yang putus sekolah, ada yang masih berstatus pelajar. Kebanyakan dari Kota Palembang," ucap Endang.

2 dari 2 halaman

Rehabilitasi Kriminal Anak

Untuk itu, ucap Endang, pihaknya menjalankan program Sekolah Filial agar para anak binaannya masih bisa melanjutkan pendidikan meskipun di dalam penjara. Ada sembilan kelas yang disediakan, tiga kelas untuk tingkat sekolah dasar (SD), tiga kelas untuk SMP dan tiga kelas untuk SMA.

Di tingkat SD diisi oleh anak binaan yang usianya sudah remaja, tetapi mereka putus sekolah. Karena itu mereka diwajibkan kembali melanjutkan pendidikan. Para tenaga pengajar didatangkan langsung dari sekolah negeri di luar LPKA Palembang.

"Ada juga yang sudah bebas, tapi masih ikut Sekolah Filial. Karena faktor usia yang sudah matang, hanya sekolah ini yang menerima mereka melanjutkan pendidikan formal," ujar dia.

Para anak binaan juga bisa mengikuti ekstrakurikuler (ekskul) yang diisi oleh tim sekolah lainnya. Misalnya, pembina di SMA Negeri 5 Palembang yang mengisi materi ekskul Editing IT, serta SMA Negeri 2 Palembang yang mengajarkan teknik otomotif dan listrik.

Adapun, untuk mengikuti ujian semester, anak-anak binaan akan bergabung dengan sekolah negeri terdekat dari LPKA Palembang, seperti SD Negeri 25 Palembang, SMP Negeri 22 Palembang dan SMA Negeri 11 Palembang.

Seiring dengan perubahan status dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Kelas 1 Palembang ke LPKA Kelas 1 Palembang, pihaknya juga akan mengubah beberapa fasilitas dan tata cara pelayanan anak binaannya.

"Fisik bangunan diganti, kepala satuan keamanan ditiadakan dan sikap petugas ke anak-anak juga akan diubah," ujar Endang.

Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, mendapatkan pendidikan untuk seluruh anak adalah hak, meski ditahan di LPKA.

"Kita akan menyiapkan anggaran untuk pendidikan anak-anak LPKA Kelas 1 Palembang," ujar dia.

Kendati tidak merinci total anggaran yang digulirkan ke LPKA Kelas 1 Palembang, tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang akan mengucurkan anggaran pendidikan sebesar 38 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

"Anggaran pendidikan sesuai undang-undang adalah 20 persen, kita lebih dari target," ujar Harnojoyo.