Sukses

Jurnalis Empat Kota Bersatulah

Berdasar catatan AJI Semarang, rata-rata jurnalis menikmati upah rendah dan sulit memenuhi kebutuhan hidup layak.

Liputan6.com, Semarang Persoalan jurnalis yang semakin kompleks sesuai dengan dinamika masyarakat, mencoba dijawab dengan pembentukan Serikat Pekerja Baru. Mereka yang berasal dari Kota Semarang, Kudus, Solo, dan Purwokerto akhirnya mendeklarasikan Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah.

Organisasi ini dimaksudkan sebagai oase bagi jurnalis daerah yang selama ini kurang mendapat pendampingan dalam memperjuangkan kesejahteraannya. Menurut Ketua SPLM Jateng yang baru saja terpilih, Abdul Mughis, dunia jurnalis merupakan sebuah profesi yang mengedepankan panggilan jiwa.

"Dunia jurnalis merupakan profesi pekerjaan yang berat dan harus diperjuangkan bersama,'' kata Ketua SPLM Jateng terpilih, Abdul Mughis, Minggu (26/2/2017).

Pembentukan SPLM ini sebagai buah dari workshop tentang serikat pekerja media yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang bekerjasama dengan serikat buruh terbesar di Belanda, FNV Mondiaal. Menurut Mughis, SPLM diharapkan mampu membenahi hubungan antara pekerja media dengan perusahaan. Ia berharap SPLM sebagai upaya mewujudkan agar dunia media di Jateng lebih sehat.

"Dan peran kenabian jurnalis bisa mendapat tempat yang layak," katanya.

Saat ini SPLM diisi perwakilan 12 pekerja dari perusahaan media asal Kota Semarang, Solo, Banyumas, dan Kudus. Sebelum deklarasi mereka merefleksikan  persoalan hubungan kerja dan kondisi kehidupan jurnalis di daerah masing-masing.

Hadir sebagai pemantik diskusi, Ketua Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Timur, Rudy Hartono, Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang Dra Ernie Triesnawaty MH, Ketua Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) Sasmito, pengurus Sepakat Ika Ningtyas, pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jateng Abdun Nafi’ Al Fajri.

Menurut Rudi Hartono, selama ini banyak pekerja media kurang berani terbuka dan  belum punya kesadaran berserikat serta paham tentang undang-undang ketenagakerjaan, sehingga mereka sering mendapat perlakuan hubungan kerja yang tidak sehat dari perusahaan mereka.

Sementara itu menurut Ernie, keberadaan serikat pekerja sangat penting, karena menjadi wadah untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Sedangkan Ika Ningtyas menyampaikan, era konvergensi media ke arah digital, mempengaruhi kinerja para jurnalis. Jurnalis harus mampu multitasking, ritme kerja harus lebih cepat, serta beban kerja ganda meski kesejahterannya tetap sama.

"Perusahaan media pun ada yang kemudian merampingkan pekerjanya melalui PHK. Kalau tidak membentuk serikat pekerja, bagaimana kawan-kawan memperjuangkan hak-haknya?" katanya.

Ketua Aliansi Jurnalis Idependen Kota Semarang (AJI) Kota Semarang, Edi Faisol menyatakan hadirnya SPLM sebagai gerakan baru yang diimpikan para pekerja media di Jateng. Ia mengaku siap mendampingi SPLM sebagai serikat muda yang baru lahir.

"AJI Semarang membidani kelahiran SPLM, tentunya komitmen merawat hingga  mammpu mandiri. Kehadiran SPLM juga diharapkan mampu mejawab hasil survei AJI Semarang yang menemukan sebagian besar kehidupan jurnalis belum  hidup layak. Masih banyaknya pekerja kontrak, dibayar tak seusai UMK dan tak punya jaminan asuransi ketenagakerjaan," kata Edi Faisol.

Berdasar catatan AJI Semarang, rata-rata jurnalis menikmati upah rendah dan sulit memenuhi kebutuhan hidup layak. Jika pun bisa memenuhi kebutuhan hidup karena ada kerja sampingan. Dalam  survei itu juga menunjukan nilai upah dengan kebutuhan hidup tidak imbang, bahkan jika diprosentasekan antara upah dengan kebutuhan hidup mereka rata-rata kurang.