Liputan6.com, Kupang - Di bawah terik matahari, Ardi Abiyata Saekoko (15) berjalan mengitari kota sambil memikul kotak sol sepatu. Sejak putus sekolah, remaja asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur itu merantau ke Kupang dan menekuni pekerjaan sebagai tukang soal sepatu keliling.
"Sudah dua tahun saya tekuni usaha ini dengan berjalan keliling kota," ujar Ardi kepada Liputan6.com, Senin, 27 Februari 2017.
Ardi bukan tak mau sekolah. Keterbatasan biaya menjadi penghambatnya melanjutkan pelajaran secara formal dan hanya menyelesaikan pendidikan di bangku kelas 4 SD. Ia kemudian merantau ke kota dan menginap di rumah keluarganya.
Advertisement
Awal merantau, ia bekerja menjual kue milik tetangga selama dua tahun. Dari hasil jualan itu, ia memperoleh uang Rp 3 ribu sampai Rp 4 ribu per hari.
Baca Juga
"Uang itu saya simpan dan hasilnya saya beli peralatan sol sepatu," tutur Ardi.
Menurut Ardi, menekuni usaha sebagai seorang tukang sol sepatu keliling bukanlah hal mudah karena harus berjalan kaki di tengah panasnya matahari. Dia sering kelelahan karena setiap hari harus berjalan menawarkan jasanya kepada orang-orang.
"Tarif sol sepatu yang saya pasang cukup murah, yakni Rp 15 ribu per pasang baik sepatu wanita atau pria. Kalau rajin jalan, bisa dapat Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per hari," tutur Ardi berpromosi.
Uang yang diperoleh anak sulung dari empat bersaudara itu lalu digunakannya sebagai biaya hidup bersama orangtuanya yang juga berprofesi sebagai tukang sol sepatu dan membantu biaya pendidikan dua adiknya yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD).
"Selain membantu orangtua dan adik punya biaya sekolah, sebagiannya saya tabung," ujar Ardi.
Dia mengaku, masih merindukan masa-masa saat masih menuntut ilmu tetapi kenyataan hiduplah yang mengubah segalanya. Maka itu, ia selalu berpesan kepada adik-adiknya untuk tekun belajar agar meraih sukses di masa mendatang.